KMP: Alokasi Dana PMN ke BUMN dalam RAPBN 2016 Buka Peluang Permainan
Secara konseptual sikap KMP tidak akan berubah selama anggaran PMN tidak pro rakyat dan tidak meningkatkan kesejahteraan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Pelaksana Koalisi Merah Putih (KMP) Idrus Marham menilai tidak menutup kemungkinan bakal terjadi proses tawar-menawar dengan pemerintah terkait pemangkasan Penyertaan Modal Negara (PMN) di RAPBN 2016.
"Tentu kita akan lihat perkembangan. Itu akan dinamis dalam pembicaraan lebih lanjut," kata Idrus saat dihubungi wartawan, Kamis (29/10/2015).
Dia memastikan, secara konseptual sikap KMP tidak akan berubah selama anggaran PMN tidak pro rakyat dan tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Apalagi jika PMN justru membuka peluang ada ‘permainan-permainan’. Itu tentu kita tidak ingin," katanya.
Sekjen Golkar ini mengaku tidak menutup kemungkinan nasib APBN 2016 bisa sama dengan APBD DKI 2015 yang gagal capai kata sepakat antara legislatif dan eksekutif, sehingga terpaksa memakai anggaran tahun sebelumnya.
"Terbuka kemungkinan untuk itu. Saya kira besok kita lihat, pemerintah tentunya akan berfikir. Makanya pemerintah dalam pembahasan ini harus teliti," tambahnya.
Untuk itu dirinya meminta pemerintah harus memberi penjelasan jika tetap ngotot tidak mau memangkas PMN. Sebab, kata dia, jika itu dilakukan maka bukan hanya fraksi-fraksi KMP saja yang akan menentang.
"Partai-partai lain saya lihat juga hampir sama sikapnya dalam melihat masalah ini," kata Idrus.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Prakarsa, AH Maftuchan, mengatakan molornya penyusunan Rancangan APBN 2016 akibat pemerintah dan parlemen kurang membuka pintu partisipasi publik atas pembahasan APBN 2016.
Menurut dia, dalam proses sebelumnya badan anggaran dan komisi 11 sering meminta masukan publik. Juga ada ketidaksesuaian cara kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan dan kementerian atau lembaga.
Dikatakan dirinya, kementerian gagap dalam menterjemahkan visi misi presiden, sehingga belum mampu menuangkannya dalam perencanaan anggaran. Kemampuan birokrasi untuk menterjemahkan visi misi merupakan indikator keberhasilan pemerintah.
"Ibarat komputer Jokowi pentium 4, birokrasi masih pentium 1," kata Maftuchan.