Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Remisi, Pola Pikir Pemerintah Dinilai Keliru Menyusun RKUHP

Utamanya dalam Pasal 58 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait pemberian remisi.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Soal Remisi, Pola Pikir Pemerintah Dinilai Keliru Menyusun RKUHP
Rahmat Patutie/Tribunnews.com
Julius Ibrani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Julius Ibrani, ‎Pengacara Publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menilai keliru pola pikir pemerintah dalam menyusun peraturan mengenai remisi narapidana.

Utamanya dalam Pasal 58 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait pemberian remisi.

"Saya kira ada sejumlah permasalahan karena kesalahan pemikiran pemerintah dalam pasal tersebut," kata Julius dalam diskusi bertajuk "Penyesuaian Pidana, Remisi Hak Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat dalam R KUHP"‎ di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2015).

Seperti diketahui, dalam draf RKUHP Pasal 58 mengatur soal dimungkinkan adanya perubahan putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan mengajukan permohonan.

Permohonan tersebut dapat diajukan si narapidana, orangtua narapidana, walinya, penasihat hukum narapidana tersebut, jaksa penuntut umum atau hakim pengawas.

Menurut Julius, terkait pemberian remisi, hak asimilasi dan pembebasan bersyarat sering disebut persoalan HAM.

Itu keliru, kata Julius. Sebab makna HAM sendiri adalah sesuatu yang telah melekat pada diri seseorang sejak lahir.

BERITA REKOMENDASI

‎Berbeda dengan remisi, kata Julius, pemberian remisi atau penyesuaian maupun perubahan putusan pidana adalah hak yang melekat kepada narapidana dengan syarat tertentu.

"Jadi pemberian remisi tentu tidak diberikan berdasarkan alasan agama, suku, bahasa, dan ras," kata Julius.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas