Refly Harun: Kasus Pelindo Terlalu Kecil Dibentuk Pansus Angket
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai DPR terlalu mudah membuat pansus angket terkait Pelindo II.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai DPR terlalu mudah membuat pansus angket terkait Pelindo II.
Padahal, penggunaan hak DPR seperti hak interpelasi, angket, hingga hak menyatakan pendapat seharusnya hanya digunakan untuk menghadapi ekskutif jika fungsi tradisional mereka yakni fungsi legislasi, pengawasan, dan budgeting tidak mempan lagi.
“Kalau enggak mempan, gunakan senjata hak angket. Panitia angket bisa manggil siapa saja, penyelidikan, minta data dan sebagainya, orang enggak datang bisa dipanggil polisi. Dananya juga disediakan," kata Refli di Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Refli juga mempertanyakan arah Pansus Pelindo II. Ia menilai tak perlu dibentuk pansus bila hanya mengincar Dirut Pelindo II RJ Lino yang kesalahannya ditunjukkan oleh Menteri Koordinator kemaritiman Rizal Ramli.
"Itu cukup tindakan korporasi saja. Itu kan Pelindo BUMN, kalau pemerintah enggak suka, tinggal pecat Lino. Walau kalau bicara good governance ya harus melalui tata cara juga pengawasan internal audit dan sebagainya,” ujarnya.
Jadi, kata Refly, tidak tepat ketika DPR menghadapi suatu kasus di BUMN seperti Pelindo II. Apalagi jika pembentukan pansus itu untuk membidik seseorang. “Itu apalagi ada motivasi partai tertentu satu dua partai, lalu yang lainnya ikut neplokin, tambah enggak produktif. Pansus juga sebelumnya enggak produktif," ujarnya.
Menurut Refly, ketidaktepatan Pansus Pelindo juga terlihat dalam kinerja pansus selama ini yang terkesan membidik Lino terus meski ada target orang lain juga.
“Tapi Pansus enggak boleh begitu, harus jelas tujuannya, ini kan era good governance. Jangan sampai kita main bola biliar, mata ke kiri nembaknya ke kanan. Ini kesannya pansus main biliar. Yang dipelototin Lino tapi yang jadi target menteri tertentu. Enggak boleh begitu, harus clear ke depan mau melakukan penyelidikan terhadap apa dan siapa,” jelasnya.