Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penggiat Antikorupsi Nilai Revolusi Mental di Sektor Hukum Tak Berjalan

Peneliti Hukum dan Kebijakan dari Transparency International Indonesia (TII) Reza Syahwawi menilai revolusi mental di sektor hukum tidak berjalan

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Penggiat Antikorupsi Nilai Revolusi Mental di Sektor Hukum Tak Berjalan
Kompas
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Hukum dan Kebijakan dari Transparency International Indonesia (TII) Reza Syahwawi menilai revolusi mental di sektor hukum tidak berjalan.

Hal itu bisa dilihat mulai dari pemilihan orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan penting yang mengurus sektor hukum seperti Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan HAM.

Dua jabatan sentral di bidang hukum tersebut justru diisi orang politik.

"Hak prerogatif presiden disandera partai politik, ini jelas bertentangan dengan konsepsi revolusi mental," ujar Reza kepada Tribun, Jumat (6/11/2015).

Lanjut dia, belum lagi soal kriminalisasi dimana Presiden Joko Widodo seperti membiarkan.

begitu juga dengan surat edaran Kapolri soal hate speech yang berpotensi mengancam kebebasan berekspresi.

"Ini jelas bukan revolusi mental," tegas dia.

Berita Rekomendasi

Menurut dia, kalau mau memperbaiki wajah penegak hukum, dahulukan untuk memperbaiki proses penegakan hukum yang berhubungan langsung ke publik.

Sebatas slogan

Hal senada pun diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.

Dikatakannya, tidak banyak hal positif yang dicapai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam satu tahun pemerintahannya.

Revolusi mental yang sejak masa kampanye pemilihan presiden 2014 lalu didengungkan menjadi jargon utama belum terlihat hasilnya.


"Revolusi mental baru kata-kata, masih sebatas jargon dan slogan," kata Refly dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (4/11/2015).

Refly mengatakan, untuk mengukur keberhasilan revolusi mental sangat mudah. Hal ini bisa dilihat dari kinerja penyelenggara negara pada kementerian atau lembaga.

"Misalnya kalau revolusi mental diterapkan ke kepolisian, harusnya sudah tidak ada lagi polisi yang menilang lalu minta duit. Revolusi mental diterapkan di lembaga lain, harusnya tidak ada lagi pungli," ujar Refly.

Dalam beberapa aspek, ia menilai, revolusi mental mengalami kemunduran.

Misalnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, yang dianggapnya melakukan terobosan dengan menerapkan pembayaran online untuk payment gateway, justru dijerat kepolisian.

"Jaman sekarang mereka yang membangun terobosan justru sekarang dikriminalisasi," kata Refly.

Menurut Refly, belum optimalnya revolusi mental ini sangat disayangkan, karena satu-satunya program Jokowi-JK yang unik dibandingkan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Dia pun mendorong adanya reshuffle kabinet terhadap menteri-menteri yang berkinerja buruk, untuk membuat revolusi mental ini tidak hanya sekedar slogan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas