Gubernur Aceh Tuntut KKR dan Pengadilan HAM Ke Pemerintah
Zaini Abdullah mengatakan masyarakat Aceh berharap kesepakatan-kesepakatan tersebut segera dipenuhi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Setelah sepuluh tahun perjanjian Helsinki dikukuhkan masih ada kesepakatan yang belum dipenuhi pemerintah Indonesia terhadap Aceh.
Gubernur Aceh, Zaini Abullah, mengatakan kesepakatan tersebut adalah sejumlah peraturan khusus untuk Aceh.
Dalam sambutannya di acara puncak perayaan 10 tahun MoU Helsinki yang digelar di Taman Sri Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, NAD, Minggu, (15/11/2015), Zaini Abdullah mengatakan masyarakat Aceh berharap kesepakatan-kesepakatan tersebut segera dipenuhi.
"Mudah-mudahan kita segera dapat solusi yang terbaik untuk regulasi-regulasi itu," ujarnya.
Di acara yang juga dihadiri Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla itu, mantan menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu memuji niat baik pemerintah, yang sudah memenuhi sejumlah kesepajatan Helsinki selama sepuluh tahun terakhir.
Termasuk peraturan soal pengelolaan sumber daya minyak dan gas (Migas).
Saat ini untuk pengelolaan migas di tanah Aceh, pemerintah daerah mendapat 70 persen, sedangkan pemerintah pusat mendapat sisanya sebanyak 30 persen.
Namun untuk eksplorasi lepas pantai, angka yang ditentukan adalah sebaliknya, pemerintah daerah hanya mendapat 30 persen.
"Menyangkut dengan migas, alhamdulilah sudah tercapai dengan cukup puas bagi kita semua rakyat aceh ini," jelasnya.
Kesepakatan yang masih belum dipenuhi, adalah pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan pembentukan pengadilan HAM Aceh, yang akan menuntaskan kasus kasus yang terjadi selama konflik Aceh.
"Kami mohon bapak wapres berkenan mendorong agar masalah itu bisa tuntas. Sehingga perdamaian Aceh berjalan sempurna, dan masyarakat Aceh puas," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.