KompasTV Raih Penghargaan Karya Jurnalistik TV Terbaik 2015
Reportase Kompas TV yang berjudul "Sarjana Instan" karya Mercylia Marlisa Tirayoh mendapat penghargaan sebagai karya jurnalistik TV terbaik 2015.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta - Reportase Kompas TV yang berjudul "Sarjana Instan" karya Mercylia Marlisa Tirayoh mendapat penghargaan sebagai karya jurnalistik TV terbaik 2015.
Penghargaan itu diberikan dalam lomba jurnalistik Apresiasi Jurnalis Jakarta (AJJ) 2015 dalam acara Festival Media 2015 yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen di Kampus Atma Jaya, Jakarta, Minggu (15/11/2015).
Reportase "Sarjana Instan" mengungkap skandal ijazah ilegal yang melibatkan dosen dan perguruan tinggi. Karya ini membuka modus praktik calo pembuatan ijazah aspal atau asli tapi palsu.
Pemenang untuk kategori media cetak adalah karya jurnalistik dengan judul “Sekutu Bisnis Anak Hakim” karya Sukma Nugraha dari Tempo.
Karya ini mengungkap skandal bisnis anak-anak hakim agung dan pengacara. Juri menilai, berita ini mampu memberikan data dan bukti hubungan bisnis antara anak hakim agung dan pengacara dalam satu usaha patungan rumah sakit.
Sedangkan karya terbaik untuk kategori media online adalah reportase serial bersambung kerusuhan di Tolikara, Papua, berjudul “Kisah Kristen Tolikara Hibahkan Tanah Ulayat untuk Musala” karya Aghnia Adzkia dari CNNIndonesia.com.
Karya ini dianggap memberikan sisi lain dari kerusuhan Tolikara yang berbungkus isu SARA. Si jurnalis datang langsung ke tempat kejadian dan mewawancarai tokoh-tokoh terkait, sehingga cerita bisa dikemas apik.
Terakhir karya foto bercerita dimenangkan Rommy Pujianto dari Harian Media Indonesia dengan judul “Suami Istri di Pusaran Korupsi”.
Juri menilai sang fotografer jeli mengambil foto tersangka dan terdakwa korupsi yang diajuka ke pengadilan, lalu merangkumnya.
Dalam satu foto cerita dengan pesan yang sangat jelas, keterlibatan suami dan istri beberapa pejabat publik dalam perkara korupsi.
Sementara untuk kategori radio, para juri memutuskan tidak ada pemenangnya. Kelima juri AJJ beralasan tidak ada karya yang layak untuk dimenangkan.
“Tidak ada magnet, tidak ada suatu yang baru, tidak ada sesuatu yang ‘nembak’. Sehingga tidak ada standar yang membuat ini layak menang,” kata anggota juri Ging Ginanjar.
Tidak ada yang menonjol
Dari 80 karya yang masuk ke panitia, juri merasa tidak puas dengan karya-karya tersebut. Tidak ada karya yang menonjol untuk dijadikan “yang terbaik”.
Namun juri mengapresiasi usaha jurnalis Jakarta yang menyajikan karya yang bermanfaat untuk publik dan berpengaruh.
Juri menilai kemampuan menggali data di lapangan, menembus narasumber yang tepat, orisinalitas, penulisan atau penyajian serta bahasa, dan etika jurnalistik.
Karya-karya itu dinilai secara kolektif oleh lima juri yakni Ging Ginanjar (BBC Indonesia), Nezar Patria (Thejakartapost.com), Feri Latief (AJI Jakarta), Wahyu Dhyatmika (Tempo), dan Monique Rijkers (Jawa Pos TV).
Masing-masing pemenang berhak memperoleh sertifikat dan hadiah uang tunai masing-masing kategori sebesar Rp 5 juta.
Lomba jurnalistik yang diselenggarakan AJI Jakarta ini telah dimulai sejak 2002 dan diumumkan setiap tahun.
Lewat lomba ini AJI Jakarta ingin mendorong para jurnalis dan media untuk terus meningkatkan kualitas karya-karya jurnalistiknya dan memberi manfaat bagi publik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.