Pluralisme jangan Sebatas Simbol Belaka
Partai Gerindra tidak mempersolakan bila di Komplek Parlemen dibangun rumah ibadah lain selain masjid sebagai simbol pluralisme
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Partai Gerindra tidak mempersolakan bila di Komplek Parlemen dibangun rumah ibadah lain selain masjid sebagai simbol pluralisme. Rumah ibadah lain yang dimaksud adalah Pura, Wihara dan Gereja.
"Sebagai simbol saya kira usul itu tak masalah. Sebagai penguatan pluralisme tak apa-apa. di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kan sudah ada juga, bukan hanya simbol agama tapi semua suku bangsa. Pak Harto membangun itu tanpa harus gembar-gembor," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Edhy Prabowo, (Senin, 16/11/2015).
Namun Edhy memberikan catatan penting. Pertama, menjaga pluralisme jangan hanya sebatas simbol belaka. Ada yang lebih penting dari itu adalah mewujudkan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-sehari sebagaimana telah dicontohkan oleh para pendiri bangsa
"Saya kira pluralisme tidak telalu ada masalah. Kita juga sudah punya Pancasila. Pemimpin harus memberi contoh dan teladan dalam melaksanakan plulaisme ini. Kita bisa belajar dari Bung Karno, Pak Harto, Gus Gdur dan tokoh bangsa yang lain," ungkap Edhy.
Dalam konteks ini, sambung Edhy, DPR harus menjadi corong pluralisme. Semua anggota DPR juga harus benar-benar menjalankan dan melaksanakannya.
Catatan kedua Edhy, bahwa anggaran untuk pembangunan apapun harus dilakukan secara efesien. Sebab yang lebih utama adalah bukan membangun simbol-simbol tertentu, melainkan menggunakan anggaran untuk kepentingan rakyat. "Kita selaku konsen dan fokus bahwa anggaran itu lebih penting untuk petani, nelayan, pangan, pupuk. Bagi Gerindra, rakyat yang utama," demikian Edhy.
Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengajukan usulan dalam sidang Paripurna DPR (Senin, 16/11).Maruarar Sirait mengusulkan agar di Komplek Parlemen dibangun rumah ibadah lain, setelah ada masjid. Rumah ibadah yang dimaksud adalah Pura, Wihara dan Gereja.
"Ini akan menjadi cerminan pluralitas dan kebhinnekaan yang kita jaga sama-sama, kita rawat sama-sama," ungkap Maruarar.
Maruarar menjelaskan, pembangunan dan kehadiran rumah ibadah masih menjadi masalah dan persoalan di beberapa titik di wilayah NKRI. Kasus terakhir misalnya terjadi di Manokwari maupun Aceh Singkil.
Tentu saja persoalan ini harus diurai secara jernih. Di saat yang sama harus ada simbol yang semakin mengkristalkan pluralitas dan kebhinnekaan Indonenesia. Apalagi juga, MPR sudah sering turun untuk mensosialiasaikan empat pilar berbangsa dan benegara.
Lebih-lebih, lanjut Maruarar, pembangunan rumah ibadah di Komplek Parlemen ini juga bisa mengambil inspirasi dari Founding Father, Soekarno.
"Bung Karno membangun masjid Istiqalal dan juga ada Katedral. Ini inspirasi kita," tegas Maruarar. Jakarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.