Ketua Pengadilan Agama Kuala Tunggal Berurai Air Mata Diadili Hakim Bertindak Asusila
Umurnya sudah lebih dari setengah Abad dan duduknya pun sudah tak lagi tegak seperti pemuda kebanyakan. Kedua tangannya saling menggemgam, ditumpu ke
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Umurnya sudah lebih dari setengah Abad dan duduknya pun sudah tak lagi tegak seperti pemuda kebanyakan. Kedua tangannya saling menggemgam, ditumpu kedua lututnya.
Mengenakan peci hitam, serta pakaian dinas senada hitam, Erwin Effendi (51) duduk dengan kepala tertunduk mendengarkan setiap pertimbangan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari Hakim Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Dia merupakan Kepala Pengadilan Agama Kuala Tunggal, Jambi yang diadili lantaran diduga melakukan perbuatan asusila dengan mencium dan memeluk seorang pegawai honorer berinisial NAF sebanyak 10 kali dan berkali-kali mengancam akan memberhentikan NAF bila tidak mau melayaninya di tempat Effendi bekerja.
Sebelumnya KY merujuk hasil penyidikan merekomendasi Effendi dipecat tidak hormat tanpa pembayaran apapun hingga akhirnya Effendi duduk di kursi sidang MKH, Gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta Pusat.
Tampak air matanya menetes saat Ketua MKH Abbas Said menjatuhi sanksi kepadanya hanya berupa non palu selama tujuh bulan dan tidak menerima tunjangan apapun selama menjalani sanksi tersebut.
Sanksi tersebut dijatuhkan karena tujuh majelis dari unsur MA dan KY yang mengadili perkara Effendi tidak menemukan bukti bahwa terlapor melakukan penciuman dan memeluk NAF.
Hanya saja, hakim menilai bahwa perbuatan terlapor dengan mengancam memberhentikan, bicara melecehkan, mengirimkan SMS mesra, dan menyaksikan celana NAF ketika membersihkan ruangannya, terbukti dan masuk kategori pelanggaran etika seorang hakim.
"Bahwa terlapor terbukti melanggar kode etik pedoman perilaku hakim, melanggar peraturan bersama Ketua MA dan KY tentang hakim harus menjaga kewibawaannya di dalam maupun di luar sidang," kata Abbas membacakan putusan di ruang sidang MKH MA, Jakarta Pusat.
Majelis juga mempertimbangkan bahwa sanksi sosial yang diterima Effendi, hingga dibuang ke Pengadilan Tinggi Jambi, sebelum diadili MKH MA.
Begitu juga dengan pengabdiannya selama 20 tahun menjadi seorang hakim, sejak tahun 1995.
MKH juga sempat menyinggung pledoi terlapor mengenai keluarganya.
Diklaim Effendi, sebagaimana diuraikan Abbas, bahwa keluarga terlapor sampai saat ini masih harmonis dan masih mendoakan terlapor kuat dan tabah menjalani semuanya.
Selain itu, terlapor juga memiliki prestasi baik dalam tugasnya sebagai hakim di dalam persidangan "Bahwa terlapor merasa dizalimi karena dilaporkan berbuat asusila," kata Abbas.