Bersaksi untuk Jero Wacik, Pimpinan Redaksi Indopos Mengaku Diminta Bantu Pencitraan
Menurutnya, hal itu muncul atas permintaan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan pemimpin redaksi Indopos Muhammad Sardono atau Don Kardono dalam sidang dengan terdakwa mantan Menteri ESDM Jero Wacik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam persidangan, Sardono mengaku bekerja sama untuk membuat berita positif mengenai kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri ESDM untuk dimuat di media Indopos.
Menurutnya, hal itu muncul atas permintaan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno.
"Diminta pak Waryono untuk membantu pencitraan atau membuat mengemas cerita positif tentang Jero Wacik," beber Sardono, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2015).
Sesuai dengan perjanjian dalam kontrak, kerjasama antara Jero dengan Indopos dimulai sejak 19 Januari 2012 dan berakhir ditanggal yang sama setahun setelahnya.
Lebih lanjut Sardono menjelaskan, tanpa alasan yang jelas kerjasama tersebut hanya berlangsung selama tiga bulan. Menurutnya, pemutusan kontrak itu hanya sepihak, tidak ada proses resmi antara kedua belah pihak.
"Harusnya berakhir Januari 2013. Lalu hanya tiga bulan kemudian diputus. Proses pemutusannya juga kami tidak bisa konfirmasi. Tidak ada surat dari pak Waryono dan kami tidak tahu harus dilanjutkan atau tidak. Kami SMS nggak dijawab, ditelepon nggak diangkat. Sampai sekarang, kami dalam ketidakpasatian karena janji satu tahun, baru berjalan tiga bulan itu putus begitu saja," katanya.
Selama tiga bulan membuat citra positif terhadap Jero, Indopos menerima komisi sebesar Rp 2 miliar. Namun demikian, tidak diketahui berapa nilai tagihan untuk kerjasama selama satu tahun itu.
"Rp 3 miliar terealisasi, yang saya ingat Rp 2 miliar. Saya ralat Rp 2 miliar yang sudah dibayarkan ke kami," kata Sardono.
Seperti diketahui, Jero didakwa menyelewengkan DOM saat menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) tahun anggaran 2008-2011 untuk pribadi sebesar Rp8.408.617.148 dari jumlah kerugian keuangan negara seluruhnya Rp10.597.611.831.
Dalam dakwaan kesatu Jero diancam pidana dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara itu pada dakwaan kedua, politikus Partai Demokrat itu didakwa melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian ESDM untuk menunjang kepentingan pribadinya dengan total Rp10.381.943.075. Jero memerintahkan bawahannya di Kementerian ESDM untuk melakukan hal tersebut.
Pada dakwaan ini, Jero diancam pidana Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pada dakwaan ketiga atau terakhir, Jero didakwa menerima gatifikasi pembayaran biaya pesta ulang tahun dirinya sebesar Rp349.065.174. Jero dijerat dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasar surat dakwaan untuk Jero Wacik, keseluruhan uang yang telah dibayarkan kepada Sardono untuk biaya pencitraan melalui media cetak Indopos berjumlah Rp 2,5 miliar, dari nilai kontrak sejumlah Rp 3 miliar, dan masik tersisa Rp 500 juta.
Kekurangan Rp 500 juta itu belum dibayarkan, lantaran karena uang 'kickback' dari rekanan penyedia jasa konsultansi di Setjen Kementerian ESDM tidak mencukupi jumlahnya.
Jero juga didakwa lantaran telah memerintahkan bawahannya untuk membuat kegiatan fiktif. Dari anggaran kegiatan tersebut disisihkan sebagian untuk membiayai pencitraan Jero.