Anggota Minta Putusan Ditinjau Ulang, MKD Putuskan Rapat Diskors
Rapat MKD berlangsung mulai pukul 14.00 WIB akhirnya diskors pada pukul 16.00 WIB, Senin (30/11/2015).
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menskors rapat karena adanya perdebatan mengenai jadwal persidangan.
Rapat MKD berlangsung mulai pukul 14.00 WIB akhirnya diskors pada pukul 16.00 WIB, Senin (30/11/2015).
"Masih diskors dalam rangka untuk menjelaskan jadwal-jadwal persidangan ke depan. Kedua, masih ada pendapat yang mengatakan bahwa hasil rapat Selasa kemarin ditinjau kembali," kata Wakil Ketua MKD Junimart Girsang di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/11/2015).
Junimart mengatakan peninjauan kembali hasil keputusan MKD pada pekan lalu meliputi semua hal seperti legal standing Menteri ESDM Sudirman Said serta alat bukti. Politikus PDIP itu pun menilai aneh permintaan tersebut.
"Ini kan jadi aneh-aneh nih. Saya juga enggak habis pikir. Saya bilang diskors dulu sajalah," katanya.
Adanya skors tersebut membuat MKD belum memutuskan jadwal persidangan kasus Ketua DPR Setya Novanto. Hal yang sama mengenai rencana pembentukan sidang panel.
"Kalau panel itu kan setelah persidangan MKD, baru kita bentuk panel. Kalau ada potensi pelanggaran berat," ujar Junimart.
Sebelumnya, Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Ridwan Bae mempersoalkan keabsahan putusan pada pekan lalu. Dimana, MKD telah memutuskan untuk melanjutkan proses kasus Ketua DPR Setya Novanto dengan berpijak pada keterangan ahli bahasa.
"Bukan maksud menganulir, tapi keabsahan keputusan tanggal 24 November sama sekali tidak ada. Karena verifikasi terhadap bukti awal itu sama sekali tidak lakukan," kata Ridwan Bae di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/11/2015).
MKD sebelumnya sempat mempersoalkan legal standing Menteri ESDM Sudirman Said saat melaporkan Ketua DPR Setya Novanto terkait dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia. MKD lalu memutuskan sidang dilanjutkan setelah mendapatkan keterangan ahli bahasa Yahya Bacharia.
"Mereka hanya menerima verifikasi adminitrasi dan itu jadi polemik karena seorang menteri tidak boleh mengadukan anggota DPR. Kemudian diputuskan dua ahli bahasa dan ahli hukum tata negara, tapi yang hadir hanya ahli bahasa. Tidak hadirnya ahli hukum maka harus ditunda sambil menunggu," kata Anggota Komisi V DPR itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.