Berkaca Proyek Esemka, Politikus Gerindra Nilai Jokowi Seharusnya Pilih Helikopter Puma
Anggota Komisi I DPR El Nino Husein Mohi menyesalkan ide yang mengubah komitmen TNI AU.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR El Nino Husein Mohi menyesalkan ide yang mengubah komitmen TNI AU. Sehingga memutuskan membeli helikopter AW 101 buatan Inggris dibanding PT. Dirgantara Indonesia (DI).
"Kan kasihan PTDI yang sudah berinvestasi banyak untuk produksi 10 Heli Super Puma. Bukankah itu melanggar UU no 16/2012 pasal 43 ayat 1 bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan produksi dalam negeri," kata Nino melalui pesan singkat, Senin (30/11/2015).
Ia mengakui Presiden RI sebagai Lembaga Negara mesti dilindungi oleh orang dan peralatan terbaik. Politikus Gerindra itu lalu mengungkapkan pada tahun 2009, DPR menyetujui pengadaan helikopter produk PTDI sebanyak 16 unit untuk satu squadron yang terdiri dari helikopter angkut/SAR dan helikopter angkut VVIP.
Pengadaan itu dilaksanakan dalam dua tahap yakni 200-2014 dan 2015-2019. Sebanyak 6 unit Helikopter Super Puma sudah dipenuhi pada periode 2009-2014. Sedangkan 10 unit lagi akan diselesaikan dalam renstra 2015-2019. "Sejauh ini, TNI AU tetap konsisten menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan UU no 16/2012 tentang industri pertahanan," imbuhnya.
"Untuk memenuhi 10 unit lagi, demi kelancaran produksi dan percaya pada komitmen TNI AU saat itu, maka PTDI telah melakukan investasi dalam rangka persiapan pembuatan kesepuluh helikopter tersebut," tambahnya.
Oleh karenanya, Husein menyesalkan ide mengubah komitmen tersebut. Lagipula, katanya, untuk membeli produk luar semestinya Agusta Italia menggandeng industri dalam negeri sesuai pasal 43 ayat 5 UU 16 tahun 2012. Dimana pasal itu berisi diharuskannya mengikut sertakan industri pertahanan dalam negeri, adanya kewajiban alih tehnologi, adanya imbal dagang, mengikuti ketentuan kandungan lokal serta aturan ofset.
"Untuk ini semua, harus mendapat izin dari Presiden karena presiden adalah ketua KKIP sesuai pasal 22 dalam UU tersebut," katanya.
Ia meminta semua pihak belajar dari Korea di tahun 1980-an. Dimana terdapat komitmen pemerintah dan masyarakat Korea membeli produk dalam negeri. Sedangkan di India pengadaan helikopter Agusta
juga memicu kontroversi yang berakhir dengan ditahannya Kasau India serta beberapa anggota DPR India dengan dakwaan suap. "Mari berhat-hati dalam keputusan membeli Agusta," ungkapnya.
Husein mengatakan PT. DI juga menjamin helikopter Puma lebih baik daripada Agusta. Bahkan telah dibeli 30 negara untuk keperluan VVIP. "Demi kepentingan bangsa ini, marilah bijaksana dalam mengambil keputusan. Saya yakin, jika Presiden RI Jokowi konsisten, maka dia akan pakai Puma sebagaimana dulu dia pernah pakai mobil Esemka atas nama nasionalisme," tuturnya.