'Hate Speech' Dikhawatirkan Jadi Sensor Gaya Baru
Aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian disebut punya kencenderungan untuk melakukan sensor terhadap isu sensitif
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan Polri untuk menindak penyebar ujaran kebencian (hate speech) kembali mendapatkan kecaman.
Aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian disebut punya kencenderungan untuk melakukan sensor terhadap isu sensitif seperti pluralisme.
"Kami mensinyalir sensor gaya baru. Mereka menekan lembaga asing yang bekerja sama dengan lembaga lokal soal pluralisme. Teman-teman LSM dari luar negeri cemas kalau mereka ngga mematuhi beberapa hal dalam perizinan, misal dibatasi apa yang boleh dibicarkaan, maka mereka terancam ngga bisa bekerja di Indonesia," kata Andy Budiman juru bicara Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) dalam diskusi dengan judul ujaran kebencian dan masa depan kebebasan di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).
Menurutnya, edaran Kapolri itu berpotensi membatasi diskusi publik yang diadakan dengan tema-tema yang sensitif, karena dianggap membahayakan keamanan negara.
Misalnya diskusi tentang kebebasan beragama dan toleransi terhadap kelompok minoritas.
Padahal, kata Andy, para aktivis tersebut berjuang menegakkan demokrasi, toleransi dan melawan radikalisme yang semuanya itu adalah kegiatan mendukung pemerintah dalam meredakan konflik berbasis suku, agama dan ras.
Andy menjelaskan, diperlukan penjelasan secara spesifik mengenai apa-apa saja yang dikategorikan sebagai ujaran kebencian.
Hal itu dibutuhkan untuk menghindari kriminalisasi terhadap para aktivis yang sebenarnya mengedepankan pluralisme dan toleransi.
"SE ini bisa mengancan kebebasan kelompok pembaruan keagamaan. Tidak akan ada lagi debat kritis soal agama, karena itu bisa dianggap menodai agama," kata Andy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.