Ketua Komisi III Sebut Wakil Ketua DPRD Banten Atur Permintaan Suap Pembentukan Bank Banten
Tri Satriya,anggota fraksi PDI Perjuangan Banten menyebutkan Ketua DPRD Banten Asep Rakhmatullah tidak terlibat dalam kasus ini
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Eko Sutriyanto
Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPRD Banten, SM Hartono disebut-sebut sebagai pengusul permintaan uang pelicin atau suap dari PT Banten Global Development terkait pembuatan peraturan daerah pembentukan Bank Banten.
Keterangan tersebut disampaikan Ketua Komisi III DPRD Banten Tri Satriya Santoso usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
"(Suap) Atas permintaan Pak Hartono. OTT atas permintaan Pak Hartono," kata Tri Satriya di KPK, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Tri tidak merinci mengenai permintaan uang tersebut, namun anggota DPRD Banten dari fraksi PDI Perjuangan itu diperintahkan mengatur pertemuan dengan Direktur Utama PT Banten Global Development selaku pihak yang ditunjuk mendirikan Bank Banten.
Ketika ditanya secara rinci mengenai permintaan yang dimaksud Hartono, Tri enggan membeberkannya.
Tri berdalih sudah memberikan jawaban kepada penyidik.
"Saya diminta diperintahkan untuk mengatur waktu pertemuan," kata dia.
Ketika disinggung apakah Ketua DPRD Banten Asep Rakhmatullah turut ikut didalamnya, Tri membantahnya.
"Tidak ada arahan dari Pak Asep," tukas dia.
KPK menetapkan Ricky, Tri Satriya dan SM Hartono sebagai tersangka usai penangkapan ketiganya di kawasan Serpong, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Ketiganya sedang serah terima uang 11.000 dolar AS dan Rp 60 juta terkait suap pengesahan APBD Banten tahun anggaran 2016 untuk pembentukan Bank Banten.
Hartono dan Tri diduga sebagai penerima suap dan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Ricky diduga sebagai pemberi suap dan disangka Pasal 5 ayat 1 a atau b atau 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.