Bekas Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin, Jalani Sidang Perdana Kasus Pencucian Uang
Nazaruddin bakal menjalani sidang pembacaan dakwaan terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin bakal menjalani sidang pembacaan dakwaan terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Nazar duduk menjadi terdakwa terkait kasus dugaan korupsi terkait penerimaan hadiah pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia.
Dari informasi yang diterima, Hakim Ibnu Basuki selaku Ketua Majelis Hakim dengan anggota yang diantaranya, Hakim Sinung, Hakim Suradi, Hakim Ugo, serta Hakim Sofialdi bakal memimpin jalannya persidangan.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah lama mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Nazar. Puluhan saksi telah dipanggil penyidik untuk dimintai keterangannya. Bahkan, sejumlah aset-aset miliknya telah disita untuk kepentingan penyidikan.
Nazar diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Dugaan pencucian uang hasil proyek tersebut digunakan untuk membeli saham Garuda sebesar Rp300,85 miliar oleh Nazaruddin. Rincian saham itu terdiri dari Rp300 miliar untuk Rp400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas.
Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup. Perusahaan tersebut diantaranya, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Atas dugaan itu, mantan Anggota DPR itu dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 5 Ayat (2), atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi.
Selain itu, dia juga dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).