Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dusun-dusun Penghasil Sagu di Papua Tergusur Sawit, Negara Dianggap Angkat Tangan

“Tidak ada orang Papua yang setuju akuisisi lahan. Kami masyarakat adat tidak memberi tanah adat," kata aktivis Yayasan Pusaka di Jakarta Arkilaus

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Dusun-dusun Penghasil Sagu di Papua Tergusur Sawit, Negara Dianggap Angkat Tangan
Tribun Kaltim/Niko Ruru
Perkebunan kelapa sawit merambah Hutan Lindung Pulau Nunukan. 

Warga lokal di Kutim menolak sawit sejak 2007. Kenyataannya, sampai saat ini upaya pengupasan lahan terus terjadi.

Warga sudah melapor ke polisi hingga kementerian lingkungan hidup dan kehutanan, tetapi belum ada kepastian terkait laporan itu.

“Seharusnya, sejak melapor kegiatan mereka membuka lahan itu berhenti dulu. Ini tidak, pengupasan terus terjadi,” kata Lewing.

Modus baru perusahaan dalam mengatasi perlawanan warga pun muncnul. Perusahaan membenturkan warga Long Bentuq dengan masyarakat desa tetangga.

Warga tetangga dengan mudahnya mematok hutan, dijual ke perusahaan, dan terus mendesak mendekati desa Long Bentuq.

“Kami sedang bertahan dari kehadiran perusahaan SAWA dan HPN. Mendadak hutan yang belum belum dijamah manusia, dipatok, dijual ke perusahaan, dibeli Rp 3 jt per hektar.

“Kita pernah melapor sampai ke KLHK. Dua kali KLHK turun, tak ada realisasi. Kami pernah melapor ke polres dan Polda hanya di ping pong saja,” kata Lewing.

Berita Rekomendasi

Kegiatan pembangunan sawit juga dinilainya mengalahkan pengembangan hutan bakau. Hal ini bisa ditemui di Balikpapan.

Husain Suwarno, Ketua Forum Peduli Teluk Balikpapan mencontohkan pembangunan pabrik CPO di Sungai Belanak Kanan.

“Sungai Belanak Kanan ditutup, ditimbun, manggrove rusak dan mati. Mereka langgar komitmen,” kata Husain.

Keluhan atas praktek perkebunan yang meningkatkan konflik di antara warga juga terjadi di daerah lain seperti di Kalimantan Selatan.

Warga kehilangan lahan tani palawija hingga kebun buah. Seolah mudah bagi perusahaan mengambil lahan kelola masyakarat untuk mengambil alih karena masyarakat tidak bisa menunjukkan haknya atas lahan tersebut.

Persoalan bahkan melebar ke konflik perburuhan. Seperti diungkap Direktur Walhi Sulawesi Tengah Ahmad Pelor, pernah terjadi pemecatan 179 buruh yang memiliki masa kerja 5-6 tahun di sebuah kawasan perkebunan.

Mereka dipecat karena berniat membuat serikat buruh. “Prosesnya kini juga tak ada kepastian,” kata Pelor. (Kontributor Balikpapan, Dani J)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas