Saat Jadi Anggota DPR Nazaruddin Perkenalkan Rosa Sebagai Pengusaha
Hal itu dilakukan Nazar saat dirinya menjadi anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara bekas bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin terkait kasus menerima suap untuk memuluskan proyek untuk PT Duta Graha Indonesia dan PT Nindya Karya, Rabu (16/12/2015).
Hari ini jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi dari Permai Grup dan PT Duta Graha Indonesia (DGI).
Dalam persidangan, bekas Manajer Marketing Permai Group, Mindo Rosalina Manulang mengungkapkan, dirinya dikenalkan Nazaruddin kepada anggota DPR sebagai pengusaha.
Hal itu dilakukan Nazar saat dirinya menjadi anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR.
Rosa menyebutkan, Nazaruddin menugaskan dirinya untuk berkomunikasi dengan sejumlah Anggota DPR RI dalam mengatur anggaran proyek-proyek di beberapa kementerian.
"Saya diperkenalkan ke anggota dewan sebagai pengusaha untuk menguruskan anggaran. Pertama Pengerjaan proyek pengadaan barang dan jasa. Lalu kedua mengurus anggaran di DPR," kata Rosa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (16/12/2015).
Perkenalan itu kata Rosa dilakukan sejak 2009 awal. Saat itu, lanjutnya dirinya diperkenalkan dengan mantan Anggota Komisi X dari Fraksi Demokrat, Angelina Sondakh dan I Wayan Koster.
Setelah mengenalkan kedua politikus Demokrat itu, Mindo berkoordinasi mengatur sejumlah proyek di Kementerian Pendidikan.
"Jadi di 2009 Kementerian Pendidikan, ada beberapa kampus yang dibangun. Saya dikenalkan ke Bu Angie dan Pak Wayan. Lalu Bu Angie meminta beberapa kampus mengajukan proposal," kata Mindo.
Tak hanya itu Nazaruddin juga mengenalkan dia dengan mantan Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB, Abdul Kadir Karding dan Anggota Komisi VIII dari Fraksi Demokrat, Iman Nurul Mustofa.
"Di Komisi VIII saya dikenalkan ke Pak Karding dan Pak Nurul Iman, lalu dikenalan ke politikus Partai Golkar. Mereka ini yang mengamankan di DPR mengenai anggaran di Kementerian Agama," kata Rosa.
Mantan terpidana ini, menjelaskan, ketika itu dirinya diminta mengurusi sejumlah proyek yang akan dikerjakan oleh Permai Group yakni di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sehingga, lanjutnya, dirinya berkomunikasi dengan sejumlah Anggota Komisi di DPR.
Diberitakan sebelumnya, Nazaruddin didakwa menerima uang diduga dari hasil tindak pidana korupsi mencapai puluhan miliar rupiah.
Terpidana kasus korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games 2011 itu dinilai telah melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri.
Sehingga merupakan beberapa kejahatan selaku pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan menyebutkan, Nazaruddin diduga menerima uang sebesar Rp23.199.278.000 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang diserahkan oleh Mohammad El Idris.
Dia juga didakwa menerima uang tunai sebesar Rp17.250.750.744,00 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari PT Nindya Karya yang diserahkan melalui Heru Sulaksono.
"Padahal diketahui, atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentang dengan kewajibannya," kata Jaksa Kresno di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2015).
Menurutnya, uang dengan total Rp40 miliar lebih tersebut diduga sebagai imbalan atau fee, karena terdakwa dianggap telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan proyek pemerintah tahun 2010. Yaitu proyek pembangunan Gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP21P) Surabaya tahap 3, Rumah Sakit Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik, RS Inspeksi Tropis Surabaya, RSUD Ponorogo.
Serta imbalan lantaran terdakwa dianggap telah mengupayakan PT Nindya Karya dalam mendapatkan proyek pembangunan Ratting School Aceh serta Universitas Brawijaya tahun 2010.
"Padahal terdakwa selaku anggota DPR RI dalam tugasnya tidak boleh melakukan pengaturan proyek-proyek pemerintah dengan maksud mendapatkan imbalan dari pihak lain," kata Jaksa Kresno.
Jaksa menilai perbuatan Nazaruddin tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 angka 4 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian Pasal 208 Ayat (3) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta keputusan DPR RI Nomor:01/DPR RI/I/2009-2010 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI.
Atas perbuatannya, Nazaruddin diancam melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.