Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Projo: Kocok Ulang Pimpinan DPR

Ormas Projo mengapresiasi keputusan Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR, Ketua DPR Setya Novanto telah melakukan pelanggaran berat

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Projo: Kocok Ulang Pimpinan DPR
TRIBUN/DANY PERMANA
Setya Novanto (kanan) saat terpilih sebagai Ketua DPR, melambaikan tangannya ke arah jurnalis usai sidang Paripurna pemilihan pimpinan DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2014) lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Ormas Projo mengapresiasi keputusan Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR, Ketua DPR Setya Novanto telah melakukan pelanggaran berat etika dengan meminta saham proyek pembangkit di Papua kepada PT Freeport Indonesia.

Maka, pemberhentian Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR adalah sebuah keharusan. Keputusan MKD yang adil ini sesuai dengan imbauan Presiden Joko Widodo agar DPR mendengarkan suara rakyat dalam memutuskan kasus Setya Novanto.

Namun, persoalan bangsa tidak serta merta selesai hanya dengan pencopotan Setya Novanto. Kasus Setya Novanto telah membuka kotak pandora yang menujukkan kepada publik bahwa partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih tidak pantas memimpin DPR.

"Harus dilakukan kocok ulang komposisi pemimpin Dewan yang didasarkan pada aspirasi rakyat sesuai hasil pemilu. Revisi Undang-Undang MD3 menjadi keniscayaan," kata Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi, Kamis (17/12/2015).

Budi mengungatkan, Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon pernah dipersoalkan oleh MKD karena menghadiri kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Fadli Zon bersama Wakil Ketua DPR Fachri Hamzah, lanjutnya, juga membela mati-matian Setya Novanto dalam masalah permintaan saham yang dikenal sebagai kasus ‘Papa Minta Saham” ini.

Sementara, kasus itu jelas-jelas bentuk pelanggaran etika DPR yang kemudian MKD saat ini memutuskan bahwa memang terjadi pelanggaran berat.

Berita Rekomendasi

Komposisi pemimpin DPR dan alat kelengkapan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat dalam Pemilu 2014 ini ternyata membuat DPR tidak bisa menjadi teladan bagi masyarakat.

Komposisi yang ada sekarang juga dihasilkan dengan cara yang tidak fair setelah hasil Pemilu Legislatif 2014 mengarah pada kemenangan Jokowi Widodo dan Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden-Wakil Presiden.

"Jelas UU MD3 direvisi waktu itu untuk melemahkan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Jokowi-JK," jelas Budi Arie.

Projo menyatakan, pencopotan Setya Novanto menjadi momentum untuk mereformasi DPR supaya sesuai dengan kehendak rakyat. Partai-partai yang duduk di DPR karena aspirasi rakyat itu, harus menghamba kepada kepentingan rakyat.

"Bukannya semaunya sendiri setelah masuk di DPR,” kata Budi Arie.

Maka, Budi menegaskan, Projo bersama rakyat dan elemen rakyat yang lain mendesak parpol-parpol untuk merevisi UU MD3 demi terciptanya pelaksaaan aspirasi rakyat dan mereformasi DPR.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas