Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPR Menilai Putusan Hakim Parlas Nababan Tak Adil Bagi Masyarakat Korban Pembakaran Lahan

Tentu putusan Majelis hakim ini dirasa tidak adil untuk masyarakat luas yang selama ini merasakan dampak dari perusakan

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sugiyarto
zoom-in DPR Menilai Putusan Hakim Parlas Nababan Tak Adil Bagi Masyarakat Korban Pembakaran Lahan
Net
Meme Hakim Ketua Pengadilan Negeri Palembang, Parlas Nababan, yang menolak seluruh gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT Bumi Mekar Hijau terkait kebakaran hutan yang menimbulkan korban asap di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pada 2014. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu mengkritik Putusan Majelis Hakim yang diketuai Parlas Nababan memutuskan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang didalilkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Persidangan gugatan perdata senilai Rp7,9 triliun dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT BMH yang digelar Rabu (30/12/2015), Majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan menyatakan bahwa gugatan pemerintah ditolak karena bukti-bukti yang diajukan tidak kuat.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pihak yang mewakili kepentingan rakyat dan kepentingan negara menggugat perusahaan BMH yang melakukan pembakaran hutan di Sumatera Selatan.

"Tentu putusan Majelis hakim ini dirasa tidak adil untuk masyarakat luas yang selama ini merasakan dampak dari perusakan dan pembakaran lahan hutan yang dilakukan oleh Perusahaan BMH," ujar Politikus PDI-Perjuangan ini kepada Tribun, Senin (4/1/2016).

Namun disisi yang lain gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai yg mewakili pemerintah mengandung kelemahan seperti yg diungkapkan oleh majelis hakim dalam amar putusannya.

Tanpa mencampuri independensi hakim dalam memutus suatu perkara, menurut anggota Pansus Pelindo II ini, ada baiknya hakim tidak sekedar menggunakan kacamata kuda yuridis an sich.

BERITA TERKAIT

Aspek sosiologis dan psikologi masyarakat juga harusnya menjadi pertimbangan hakim.

Bahkan kata dia, seharusnya majelis hakim PN Palembang sebelum membuat putusan bisa mengacu pada putusan hakim sebelumnya sebagai dasar yurispudensi dalam kasus PT Calista Alam (Aceh).

Saat itu Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan gugatan pemerintah sebesar Rp336 miliar sebagai ganti rugi dan pemulihan lingkungan kepada negara.

Padahal, luas area kebakaran di PT Calista jauh lebih kecil.

"Putusan pengadilan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," cetusnya.

Prinsip ini diambil dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berisi lima dasar negara yang disebut Pancasila.

Kata dia, prinsip ini merupakan landasan filosofis setiap hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara.

"Kebebasan Hakim yang merupakan personifikasi dari kemandirian kekuasaan Kehakiman, tidak berada dalam ruang hampa," ucapnya.

"Kekuasaan hakim dibatasi oleh rambu-rambu akuntabilitas, Integritas moral dan etika, serta Transparansi dan Pengawasan dari masyarakat," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas