Tolak Gugatan Pembakaran Hutan, Pertimbangan Hakim Dinilai Keliru Secara Hukum
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menegaskan pembakaran lahan bekas perkebunan tidak dibenarkan sehingga merupakan pembuatan melawan hukum
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menegaskan pembakaran lahan bekas perkebunan tidak dibenarkan sehingga merupakan pembuatan melawan hukum.
Hal itu dikatakannya menanggapi putusan hakim PN Palembang yang menolak gugatan pemerintah pada PT BMH terkait kasus pembakaran hutan.
PT BMH akhirnya lepas dari gugatan berupa denda Rp 7,8 Triliun.
"Kenapa tidak dibenarkan karena pembakaran itu merusak lingkungan, bukan hanya lingkungan tanahnya saja tapi juga lingkungan udara yang akibatnya telah sama-sama dirasakan," kata Arsul melalui pesan singkat, Senin (4/1/2016).
Arsul menegaskan pertimbangan hakim keliru secara hukum. Bila logika yang dipergunakan tersebut dibenarkan, maka akan berkembang logika yang muncul di media sosial.
"Seperti melempar gedung pengadilan bukan perbuatan melawan hukum karena gedungnya bisa diperbaiki lagi, apalagi kalau lemparan itu tidak akibatkan kerusakan yang menyebabkan tidak berfungsinya gedung tersebut," ujar Politikus PPP itu.
Ia menilai hakim yang memimpin persidangan tersebut perlu membaca lagi buku-buku hukum lingkungan.
Mengenai desakan agar Komisi Yudisial turun tangan dalam sidang tersebut, Arsul menuturkan KY memiliki kewenangan memeriksa sepanjang ada persoalan etik dalam proses penanganan perkara.
"Namun kalo tidak ada indikasi penyimpangan etik, melainkan hanya persoalan kekeliruan pemahaman hukum lingkungan maka tentu KY tidak bisa masuk. Hanya MA mestinya memberikan pembinaan khusus terhadap hakim-hakim dengan putusan-putusan yang janggal seperti itu," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, perkara gugatan perdata kebakaran lahan di Kabupaten OKI, akhirnya dimenangkan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) pada sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Palembang, Rabu (30/12/2015).
Dalam putusan atau kesimpulan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Parlas Nababan SH, gugatan perkara perdata yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada PT BMH selaku tergugat senilai Rp7,8 triliun atas ganti rugi kebakaran lahan, tidak dikabulkan atau ditolak majelis hakim.
Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, kebakaran lahan yang terjadi di wilayah PT BMH tidak disengaja sehingga majelis hakim menolak gugatan KLHK.
Bahkan majelis hakim membebani pihak KLHK sebagai tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 10.500.000.
Menanggapi putusan majelis hakim atas penolakan gugatan, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani yang hadir dalam persidangan menyatakan akan banding.
"Kita akan banding atas putusan ini. Karena ini demi keadilan bagi masyarakat terhadap dampak kebakaran lahan. Karena sudah jelas pada sidang lapangan, kebakaran lahan terjadi dengan sengaja. Karena itu kami akan banding," ujar Rasio.
Diberitakan sebelumnya, KLHK menggugat secara perdata PT BMH sebesar Rp7,8 triliun.
Dasar gugatan yakni pada tahuan 2014 terjadinya kebakaran lahan seluas 20 ribu hektar pada lahan Hutan Tanam Industri (HTI) di wilayah Kabupaten OKI yang dikuasai PT BMH.
Lokasi kebakaran berada di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan.
Akibat kebakaan lahan, menyebabkan kabut asap dan merugikan kesehatan masyarakat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.