Kabareskrim Bersikukuh Pengguna Narkoba Tidak Ditahan, tapi Direhabilitasi
Komjen Anang Iskandar tetap teguh pada pendiriannya yakni pengguna narkoba tidak dipidana melainkan direhabilitasi.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak menjadi Kepala BNN hingga kini memimpin Bareskrim Polri, Komjen Anang Iskandar tetap teguh pada pendiriannya yakni pengguna narkoba tidak dipidana melainkan direhabilitasi.
Hal ini jauh berbeda dengan Komjen Budi Waseso, Kepala BNN saat ini. Bertolak belakang dengan Anang, Budi Waseso atau Buwas malah memidanakan para pengguna narkoba.
Keseriusan Anang untuk konsisten membela para pengguna narkoba karena mereka adalah korban, diwujudkan dengan diterbitkannya Telegram Rahasia (TR) Kapolri no 865/X/e015 tanggal 26 Oktober 2015 tentang pembentukan Tim Asesmen Terpadu (TAT) untuk menangani para pengguna narkoba agar direhab bukan dipidana.
Jenderal bintang tiga ini mengaku akan menegur anggotanya di lapangan apabila kedapatan menahan pengguna narkoba, yang berdasarkan penilaian Asesmen adalah pengguna atau korban.
"Pastinya, saya akan tegur kalau di lapangan ditemukan ada anggota yang menahan korban atau pengguna. Karena ini adalah amanat Undang-undang, mereka tidak dipidana," tegas Anang, Rabu (6/1/2016) di Bareskrim.
Undang-undang yang dimaksud Anang yakni Undang-undang no 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang didalamnya mengatur soal pengguna Narkotika harus direhabilitasi.
Kembali berbeda dengan Budi Waseso, bukannya melanjutkan apa yang sudah dilakukan Anang ketika di BNN. Budi Waseso malah ingin merevisi undang-undang itu terutama di poin rehabilitasi.
Buwas bersikuku pengguna harus dipidana, ialah karena mereka memang dengan sadar telah menyalahgunakan narkoba. Sehingga mereka harus dipidana.
Untuk diketahui, melalui TR soal pengguna narkoba direhabilitasi dan tidak ditahan yang ditandatangani oleh Anang sendiri, menurut sebagian pihak malah bisa memancing anggota untuk melakukan rekayasa kasus atau bermain di lapangan.
Pasalnya melalui tim Assesmen, bisa saja para gembong narkoba "deal" dengan tim asesmen dan penyidik untuk menetapkan mereka sebagai korban sehingga mereka akan direhab dan lolos dari pidana.
Saat dikonfirmasi apakah ada fungsi pengawasan pada penyidik dan tim asesmen agar tidak bermain di lapangan, Anang menjawab hal itu pasti dilakukan. Salah satunya dengan mengerahkan Propam di satuannya masing-masing.
Dalam TR itu, Anang telah menginstruksikan ke seluruh jajaran untuk membentuk Tim Asesmen Terpadu (TAT) sebagai langkah menangani para pengguna narkotika. TAT dibentuk mulai dari tingkat polda hingga polres di setiap provinsi. Selain itu, TAT juga terdiri tim dokter dan tim hukum.
Proses assessment akan dilakukan bilamana barang bukti narkotika tidak lebih dari yang diatur Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, yakni dibawah 1 gram.
Apabila hasil asesmen dinyatakan korban, langkah yang harus dilakukan TAT ialah menempatkan korban di lembaga rehabilitasi sampai berkas penyidikan dinyatakan P21 atau lengkap oleh kejaksaan. Dan di pengadilan diputuskan rehabilitasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.