MK Diminta Perhatikan Dugaan Politik Uang dan Ijazah Palsu, Jangan Tejebak Pada Angka-angka
Ini perlu menjadi pertimbangan MK dalam mengambil putusan. Jangan sampai hanya terjebak pada angka - angka
Penulis: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang terkait perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi sudah mulai disidangkan sejak Kamis (7/1) kemarin.
Total ada 147 persidangan perkara yang terbagi selama tiga hari, yakni tanggal 7, 8, dan 11 Januari. Persidangan 147 perkara itu dibagi dengan tiga panel secara berimbang.
Adapun masing-masing panel akan diketuai oleh satu orang. Panel satu diketuai oleh Arif Hidayat, panel dua oleh Anwar Rusman, dan panel tiga oleh Patrialias Akbar.
Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menanggapi persidangan di MK terkait perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi tersebut.
Menurutnya, MK jangan mengabaikan beberapa faktor pelanggaran diantaranya dugaan praktik politik uang dan juga termasuk dugaan penggunaan ijazah palsu yang dilakukan calon kepala daerah.
Praktik tersebut diduga masih marak terjadi selama Pilkada serentak dilaksanakan tahun lalu.
"Ini perlu menjadi pertimbangan MK dalam mengambil putusan. Jangan sampai hanya terjebak pada angka-angka," imbuh Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.
Titi melihat praktik politik uang banyak terjadi karena kurangnya pengawasan dari berbagai elemen. Praktik ini dinilainya sangat menyedihkan, karena akan merusak kualitas demokrasi.
Media massa bisa jadi kesulitan melaporkan 264 Pilkada serentak kemarin.
Berdasarkan laporan dari pihak penggugat hasil pilkada, diduga di beberapa daerah masih ada praktik politik uang.
Sebagai contoh Penggugat Pilkada di Banggai, Sulawesi Tengah, yang mempermasalahkan adanya politik uang tersebut.
Sementara itu kasus dugaan penggunaan ijazah palsu juga diutarakan penggugat di Pilkada Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Bahkan laporan itu dilakukan sendiri oleh warga Pangkep, Andi Aksan Patetengi yang mengaku sudah melaporkan ke pihak KPUD Kabupaten Pangkep beserta dengan bukti-bukti yang menguatkan.
"Ini saya lakukan karena tanggung jawab sebagai warga negara yang menginginkan tanah kelahiran saya tegak diatas demokrasi yang benar," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.