Jubir Eks Gafatar: Apa Salah Kami Harus Diusir dari Kalbar ?
Juru bicara eks anggota Gerakan Fajar Nusantara Wisnu Windhani menyesalkan aksi pembakaran dan pengusiran warga eks Gafatar di Kalimantan Barat.
Penulis: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara eks anggota Gerakan Fajar Nusantara Wisnu Windhani menyesalkan aksi pembakaran dan pengusiran warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Mempawah,Ketapang hingga Sintang di Kalimantan Barat.
Di Mempawah, massa membakar pemukiman milik eks anggota Gafatar di Desa Moton pada Selasa (19/1/2015).
Begitu juga dengan mobil yang digunakan oleh 10 orang mantan pengurus Gafata untuk memenuhi panggilan Bupati Kabupaten Mempawah (18/1/2015), juga dibakar di depan Kantor Bupati, tanpa mampu dikendalikan oleh pihak berwajib.
"Sebanyak 1161 jiwa eks anggota Gafatar yang bermukim di Kabupaten Mempawah diminta meninggalkan tempat tinggal mereka. Rencananya, mereka akan dipulangkan ke Semarang, Jawa Tengah dan Surabaya, Jawa Timur hari ini ," jelas Wisnu Windhani dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (20/1/2016).
Menurut Wisnu, kejadian serupa juga terjadi di Desa Simbak Jaya, Binjau Hulu, Kabupaten Sintang, dan Desa Sukadana, Kabupaten Kayong Utara.
Total lebih dari 1600 mantan pengikut Gafatar dievakuasi dan dipaksa kembali ke daerah asalnya.
“Kami menyesalkan peristiwa ini. Sebab mantan anggota Gafatar berada di beberapa wilayah di Kalimantan Barat hanya untuk bertani,” tegasWisnu Windhani, mantan anggota Gafatar sekaligus juru bicara.
Salah satu mantan anggota GAFATAR di Kabupaten Sintang berbicara kepada sejumlah media Nasional, yakni Rohim (48).
Ia mengaku resah atas masa depannya, karena tempat tinggal dan lahan pertaniannya harus ia tinggalkan begitu saja.
Sementara itu, ia tidak lagi memiliki dana untuk kembali ke daerah asalnya.
Menurut Wisnu, nasib yang sama juga dirasakan oleh ribuan eks anggota Gafatar lainnya di Kalimantan Barat.
Mereka tidak lagi memiliki dana untuk berpindah tempat tinggal.
Tak hanya itu, rumah tinggal serta sarana penghidupan di daerah asal pun semua sudah tidak ada.
“Padahal cita cita kami adalah menghijaukan kembali Pulau Kalimantan yang memiliki potensi besar namun baru sedikit dikelola. Kami ingin membantu pemerintah untuk mampu mandiri dengan swasembada pangan. Padi, jagung dan sayuran lain sudah kami tanam, apakah cita cita kami harus kandas begitu saja?” lanjut Wisnu.
Wisnu menambahkan, hal ini bertolak belakang dengan hak asasi manusia yang berlaku di seluruh dunia.
Dalam hak asasi pribadi, setiap orang bebas untuk berpindah tempat tinggal dan mencari penghidupan.
"Profesi petani yang sudah banyak ditinggalkan inilah yang sekarang ingin kami selami.Kami sama sekali tidak mengusik warga, apalagi berbuat anarki atau pun terorisme. Tuduhan sesat pada kami pun baru dugaan, tidak terbukti. Lantas apa salah kami? Tak bolehkah kami membantu negeri? ” pungkas Wisnu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.