Pansus Freeport Sangat Mendesak dan Relevan
Lili menjelaskan, mengingat luasnya persoalan Freeport, maka jalan paling efektif adalah membentuk Pansus.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) PT Freeport Indonesia saat ini sangat mendesak dan dari sisi aktualitas persoalan, sangat relevan diwujudkan.
Sebab berbagai persoalan muncul dalam waktu yang relatif berurutan.
Batas waktu kontrak PT Freeport juga akan berakhir 2021 dan dua tahun sebelum itu harus ada pembahasan perpanjangan kontrak.
Namun di tengah situasi seperti itu, kita dihadapkan pada banyak masalah seputar Freeport. Jadi, ini momentum terbaik membentuk Pansus Freeport.
Penegasan tersebut dikemukan anggota DPR dari Fraksi Golkar, Lili Asdjudiredja, Jumat (22/1/2016) ketika dimintai tanggapannYa atas rencana pembentukan Pansus Freeport yang sampai saat ini masih terus bergulir di parlemen.
Aktualitas dan relevannya Pansus, kata Lili, pasca heboh pertemuan Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha Riza Chalid, terungkap juga SK Menteri Sudirman Said 7 Oktober 2015 menjanjikan perpanjangan kontrak kepada PT Freeport.
Selain itu Menteri Sudirman Said mengeluarkan perpanjangan izin untuk mengekspor konsentrat yang dibuat di dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada Januari 2015, padahal UU tidak membolehkan.
“Apa yang dilakukan Menteri ESDM tidak sesuai dengan UU Minerba dan PP No 77 tahun 2014 sebagaimana atas perubahan PP No 23 tahun 2000. Sebab pembahasan perpanjangan kontrak belum waktunya, kok sudah dikeluarkan SK Perpanjanagn Izin ?” ujar Lili.
Relevansi yang kuat untuk membentuk Pansus, juga mundurnya Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin, ada apa ini?
Selain itu, penawaran divestasi saham yang dinilai banyak kalangan sangat mahal. Padahal divestasi itu wajib dilakukan pemegang izin pertambangan.
Pada tahun ke-6 operasinya, harus divestasi 20 persen, lalu tahun ke-7 sebanyak 30 persen, naik lagi 37 persen di tahun ke 8, lalu 44 persen di tahun ke 9 dan pada tahun ke-10 divestasi harus 51 persen.
“Nah, Pansus Freeport bisa memanggil pihak terkait dan menanyakan soal divestasi ini agar negara tak dirugikan,” ujar Lili.
Pansus Lebih Tinggi
Politisi senior Golkar yang pernah memimpin Pansus Bank Bali dan beberapa Panitia Kerja atau Panja lebih lanjut mengatakan, kedudukan Pansus lebih tinggi daripada Panja.
Pansus terdiri atas lintas fraksi dan hasilnya dilaporkan ke paripurna DPR, sedangkan Panja, cukup di Komisi saja dan setelah selesai, hasilnya diserahkan ke Pimpinan Dewan.
“Pansus bisa memanggil pihak mana pun yang terkait dengan masalah yang diselidi, termasuk bisa memanggil Presiden. Ingat saja dulu Pansus Dana Bulog yang sempat memanggil Presiden KH Abdurachman Wahid. Pansus Freeport pun, bila membutuhkan keterangan Presiden, bisa mengundang Presiden Jokowi untuk datang,” ujarnya.
Lili menjelaskan, mengingat luasnya persoalan Freeport, maka jalan paling efektif adalah membentuk Pansus.
“Kita berharap Pansus segera terbentuk dan bekerja untuk membereskan banyak persoalan seputar Freeport ini,” kata Lili Asdjudiredja.