Eks Gafatar Ini Pasrah Bila Kepulangannya Ditolak Masyarakat
"Balik ke rumah yang dulu, pak RT juga udah bilang dan tidak ada penolakan karena kita menanamkan kebaikan. Tapi kalau ditolak juga ya kita pergi, car
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengungsi eks pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) terlihat memenuhi aula Panti Sosial Bina Insani 2, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur, Sabtu (23/1/2016).
Ada yang terlihat duduk-duduk sembari bercengkerama dengan pengungsi lainnya, tapi ada juga yang asyik menonton televisi.
Seorang mantan pengikut Gafatar, Sutrisno (51) mengaku sebelumnya tinggal di Kecamatan Semitao, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Ayah empat orang anak itu bergabung dengan Gafatar sejak tiga tahun silam.
Ia tertarik bergabung karena nilai-nilai yang diajarkan organisasi tersebut.
"Ada yang mengajak dan membicarakan gerakan sosial, mengolah bumi untuk bangsa dimana suatu negeri akan makmur ketika pangan berlimpah. Gafatar memikir kebersamaan," kata pria yang baru dua bulan tinggal di Kalimantan tersebut.
Terkait anggapan masyarakat yang menilai Gafatar sebagai organisasi yang menyimpang, dirinya menampik hal tersebut.
Menurutnya tidak ada yang aneh selama dirinya bergabung dengan Gafatar.
Ia juga merasa selama mengikuti Gafatar, tidak ada tindakan yang dianggap melanggar hukum.
"Dilarang itu karena dikaitkan dengan nabi palsu, padahal tidak ada," ucapnya.
Lanjut dia "Namun kita meyakini nantinya akan adanya satrio piningit, ratu adil atau lainnya oleh Gafatar."
Pria yang berprofesi sebagai petani sayur saat tinggal di Kalimantan tersebut mengaku dirinya akan pindah ke rumahnya dulu yang berada di Pos Pengumben, Jakarta Barat begitu diperbolehkan meninggalkan panti.
Menurutnya, warga sekitar tidak ada masalah meski ia tidak menampik ada yang juga tidak setuju dengan kedatangannya.
"Balik ke rumah yang dulu, pak RT juga udah bilang dan tidak ada penolakan karena kita menanamkan kebaikan. Tapi kalau ditolak juga ya kita pergi, cari tempat lain," katanya.