Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

40 Anggota DPR dari Enam Fraksi Jadi Pengusul Revisi UU KPK

KPK belum baca draf terakhir, KPK hanya membaca draf yang lalu

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in 40 Anggota DPR dari Enam Fraksi Jadi Pengusul Revisi UU KPK
NET

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Revisi Undang-Undang No30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah disepakati oleh pemerintah dan DPR untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016.

Badan Legislasi (Baleg) DPR pun langsung bekerja sebagai bentuk harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada dengan mendengarkan masukan dari masing-masing fraksi di DPR.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Risa Mariska mengatakan, fraksinya sebagai pengusul awal RUU KPK memberikan catatan terhadap pasal-pasal mana saja yang akan direvisi.

Namun, menurutnya, yang jelas terdapat 40 anggota DPR dari 6 Fraksi yang mengusulkan akan UU KPK di revisi.

"Pengusul ada 40 orang dari 6 fraksi," kata Risa di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/2/2016).

Risa menuturkan, pasal-pasal yang perlu direvisi yang dimaksud antara lain, pertama, penyadapan yang diatur dalam pasal 12A-12F.

Dalam pasal-pasal tersebut disebutkan mengenai izin penyadapan dan mekanisme untuk melakukan penyadapan.

Berita Rekomendasi

"Dari yang sudah ada kemarin, kewenangan KPK tidak ada yang dikurangi. Supaya kuat menambahkan fungsi penyadapannya dan dewan pengawas," tuturnya.

Kedua, dewan pengawas yang diatur dalam pasal 37A-37F.

Dalam ketentuan tersebut, diatur mengenai pembentukan Dewan Pengawas, tugas pokok dan fungsi, syarat syarat untuk menjadi anggota dewan pengawas serta pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan pengawas.

"Dewan pengawas, kepada etik saja bahwa ini hanya usulan kalau ada yang dirasa kurang," katanya.

Wanita yang juga menjabat sebagai Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ini mengatakan, RUU KPK harus sesuai dengan KUHAP, membangun sinergitas antara lembaga penegakan hukum yang lain.

"KPK belum baca draf terakhir, KPK hanya membaca draf yang lalu," katanya.

Risa menilai, penolakan dari berbagai kalangan atas RUU KPK ini sangat wajar.

Sebab, semua pihak mencintai lembaga anti rasuah ini. Kalau penolakan wajar menurutnya, kita sama-sama cinta dengan institusi ini.

"Kalau mau perbaiki kita duduk lagi sama-sama kasih kita masukan," ujarnya.

‎Ketiga, penyelidik dan penyidik yang diatur dalam Pasal 43, pasal 43A, Pasal 43B, Pasal 45, Pasal 45A dan pasal 45B.

Penyelidik pada KPK sebagaimana diatur dalam pasal 43, pasal 43A, dan 43B merupakan penyelidik dari Polri yang diperbantukan pada KPK dengan masa tugas minimal 2 tahun. Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyelidik KPK.

"Adapun mengenai penyidik diatur dalam pasal 45, pasal 45A, dan pasal 45B, penyidik pada KPK merupakan penyidik yang diperbantukan dari Polri, Kejaksaan RI, dan penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan masa tugas minimal 2 tahun. Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyidik KPK," ujarnya.

Terkait dengan penyidikan dan penuntutan, lanjut Risa, KPK diberi wewenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) dalam perkara tindak pidana korupsi.‎

"‎Ketika seseorang sudah ditetapkan Tersangka (TSK), kalau sakit atau meninggal, tidak mungkin dia punya cap sebagai tersangka. KPK kita tidak kita izinkan untuk ke semua orang," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas