Menteri Yohana: Kasus Pemukulan Masinton kepada Stafnya Merusak Sistem
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengaku kesal dengan kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan politikus PDI Perjuangan.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambise mengaku kesal dengan kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu terhadap asistennya, Dita Aditia.
Sedianya, hari ini Dita akan diperiksa oleh Bareskrim Polri atas laporannya terhadap atasannya itu.
Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Suharsono menuturkan Dita akan diperiksa oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang menangani kasus tersebut. Surat panggilan kepada Dita sudah dikirim dua hari lalu untuk diperiksa hari ini.
"Saya sebenarnya sangat kesal. Saya rasa pejabat, siapa pun, apalagi yang dipilih masyarakat, harus menunjukkan contoh yang baik kepada masyarakat. Kalau ini sudah terjadi, bagaimana masyarakat menilai mereka-mereka yang dipilih," kecam Menteri Yahonna di Istana Negara, Rabu (3/2/2016).
Ia mengatakan, selama ini, pihaknya berusaha membangun sistem untuk menghentikan terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
Kasus pemukulan yang diduga dilakukan Masinton, kata Yohana, dianggapnya merusak sistem yang telah ditata tersebut.
Sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan, katanya, terjadi pada lingkungan yang didominasi oleh laki-laki.
Ia berharap kasus ini menjadi pembelajaran agar tidak terulang kemudian hari.
Masinton sebelumnya sudah membantah soal pemukulan yang dilaporkan Dita. Bahkan, mantan aktivis mahasiswa '98 ini menyebut pelaporan Dita sangat politis.
Masinton mengatakan, kasus yang menyandungnya ini tidak lepas dari kritik kerasnya terhadap sejumlah petinggi.
"Ini pembunuhan karakter," kata Masinton.
Dita melaporkan apa yang ia alami dari Masinton pada 21 Januari 2016 itu, selain ke Bareskrim Polri juga ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Sebelumnya, Dita juga menyambangi LBH Apik Jakarta, melaporkan sekaligus meminta pendampingan atas apa yang ia ungkapkan.
Direktur LBH APIK Ratna Bantara Mukti sehari sebelumnya menjelaskan, kasus kekerasan yang dialami Dita bukan kali itu saja terjadi.
Kasus serupa terjadi pada 17 November 2015 lalu di apartemen Dita.
"Saat itu, ada kekerasan fisik juga, dicekik, dijorokin ke dinding, HP-nya dibanting, dan sempat juga memanggil sekuriti untuk mengamankan," ujar Ratna usai melaporkan kasus Dita ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Kemarin, Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad memastikan pihaknya belum membahas laporan lembaga bantuan hukum (LBH) APIK, yang melaporkan kasus dugaan pemukulan yang dilakukan Masinton Pasaribu kepada staf ahlinya Dita Aditia Ismawati.
"Pekan depan akan melakukan pembahasan. Siang ini kami belum berencana ke Bareskrim. Harus melalui rapat internal MKD," kata Dasco.
MKD, kata Dasco, akan berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri. Sebab, kasus itu sudah masuk dalam ranah hukum.
"Kami pantau," tuturnya.
Ia menegaskan bila aparat penegak hukum menemukan pelanggaran dalam kasus tersebut, maka MKD memastikan terdapat pula kesalahan etika yang dilakukan Masinton.
Namun, Politikus Gerindra itu menuturkan MKD tetap menganut asas praduga tak bersalah.
"Sehingga aktivitas yang bersangkutan di DPR tidak ada kapasitas dari MKD untuk menghambat," imbuhnya.
MKD, kata Dasco, juga belum dapat berbicara mengenai sanksi karena laporan tersebut harus melalui proses tata beracara.
Apalagi, keterangan antara Masinton dan Dita saling bertentangan.
"Itulah gunanya kami berkoordinasi dengan penyidik untuk sinkronisasi berguna bagi proses MKD," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MKD dari PDIP Junimart Girsang mengatakan pihaknya masih menunggu laporan dari Dita terkait dugaan pemukulan itu.
Sedangkan Fraksi PDIP belum bersikap mengenai kasus tersebut. Ia menyebut pihaknya segera memanggil Masinton untuk meminta klarifikasi.
Selain itu, Junimart menyebutkan anggota DPR yang terbukti melakukan penganiayaan terancam mendapatkan sanksi berat.
"Namanya kan juga penganiayaan. Itu kan tidak berperikemanusiaan, kalau disebut penganiayaan apalagi seorang perempuan. Tidak boleh lah," ujarnya. (tribun/nic/fer/ther)