YLBHI: DPR Ingin Kebiri Kewenangan Penyadapan KPK
penyadapan adalah momok menakutkan bagi anggota DPR RI.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Hukum YLBHI Julius Ibrani mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sengaja terus diluncurkan untuk menghilangkan atau setidaknya membatasi kewenangan penyadap lembaga antirasuah itu.
Pasalnya, kata dia, penyadapan adalah momok menakutkan bagi anggota DPR RI.
Kata Julius, berdasarkan data yang mereka miliki, 86 anggota DPR RI yang terjerat di KPK berasal dari penyadapan.
"Karena penyadapan paling efektif yang tidak terbantahkan alat buktinya," kata Julis saat dikusi bertajuk 'Senjakala KPK' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (6/2/2016).
Yulius mengatakan, melalui penyadapan, KPK kemudian bergerak untuk menangkap para oknum anggota DPR RI itu.
Jika sudah tertangkap tangan, lanjut dia, para anggota DPR itu bisa mengelak.
"Makanya orang yang ketangkap tangan siapa yang bisa ngeles? Sehingga ketika ditetapkan sebagai tersangka pasti masuk ke pengadilan," kata Julius.
Dalam draft Revisi Pasal 12 A UU KPK mengatakan penyadapan disebutkan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan bukti yang cukup.
Kedua, penyadapan dilakukan atas izin Dewan Pengawas.
Penyadapan tersebut hanya bisa dilakukan selama tiga bulan dan hanya dapat diperpanjang satu kali.
"Ternyata Dewan Pengawas punya fungsi penindakan. Kalau izin nggak dikasih, bisa nggak penindakan dilanjutkan? Tidak bisa," kata Julius.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.