Biaya Merakit Bom Pos Polisi di Kawasan Thamrin Ternyata Hanya Rp 900 Ribu
pelaku serangan teror Sarinah hanya bermodal Rp 900 ribu. Dana itu digunakan untuk merakit bom pos polisi.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serangan teror di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta bermodal cekak. Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menyebut, pelaku serangan teror Sarinah hanya bermodal Rp 900 ribu. Dana itu digunakan untuk merakit bom pos polisi.
"Itu karena mereka kekurangan biaya, cuma Rp 900 ribu (biaya untuk merakit bom pos polisi)," kata Badrodin saat rapat gabungan dengan Komisi I dan III di Kompleks Parlemen, Senin (15/2).
Usai serangan teror di Thamrin, polisi mencokok 33 orang terduga teroris. 17 orang tersangkut serangan teror Thamrin. Sementara yang lain tidak memiliki keterkaitan secara langsung.
Kendati berhasil menangkap jaringan teror dalam waktu singkat, Badrodin meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap ancaman terorisme. "Ancaman teroris ini akan terus terjadi. Karena banyak kelompok yang masih berhubungan sama Bahrun Naim," ujarnya.
Muhammad Bahrun Naim alias Anggih Tamtomo alias Abu Rayan merupakan eks narapidana kepemilikan senjata api dan bahan peledak. Bahrun Naim pernah ditangkap Datasemen Khusus 88 Antiteror Polri pada November 2010. Seusai menjalani hukuman, ia bebas sekitar Juni 2012.
Menurut catatan Satuan Tugas Khusus Antiteror Polri, Naim diduga telah melakukan baiat atau menobatkan diri sebagai bagian dari Negara Islam di Irak dan Suriah pada 2014. Di tahun yang sama, Naim menuju Suriah.
Badrodin menambahkan, jaringan Bahrun Naim yang berada di Tanah Air terus melakukan jihad dengan memotivasi orang lain agar mengikuti ajaran mereka. Tak hanya itu, kelompok tersebut juga mengajarkan cara membuat bom dan bersedia mengirimkan dana dari luar negeri kepada siapa saja yang bersedia untuk melancarkan aksi.
Terpisah, Kepala Polda Jawa Timur Irjen Anton Setiadji mengeluarkan telegram rahasia kepada jajarannya terkait antisipasi kelompok teroris. Telegram itu teregister dengan nomor STR/.../II/2016/ROOPS. Telegram rahasia tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Operasional Kombes Arief Pranoto.
"Benar, kami keluarkan TR tersebut untuk antisipasi adanya serangan teror yang bisa saja menggunakan modus baru, misalnya bahan kimia sianida," ujar Anton.
Dalam telegram rahasia itu, Anton menyebut, ada rencana kelompok teroris melakukan aksi dengan memberi atau mengirimkan makanan yang sudah dicampur sianida kepada polisi yang tengah melaksanakan tugas di lapangan.
Aksi kelompok teroris tersebut terinspirasi dari kasus pembunuhan Mirna Salihin. Oleh sebab itu, Anton menginstruksikan seluruh anggota yang bertugas di lapangan dan di Mako untuk waspada dengan adanya rencana kelompok teroris pada saat makan di warung.
"Saya juga menyosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya modus-modus baru aksi kelompok teroris ini agar warga masyarakat memiliki daya cegah dan daya tangkal terhadap modus baru ini," urainya. (tribunnews/fer/kps)