Korban Jual Ginjal Mengaku Mendonor untuk Balas Budi
"Klien saya mengakui ada komunikasi dengan pihak dokter, karena kan Undang-undang mengatakan harus ada komunikasi seperti interview dan klien saya de
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusutan kasus sindikat jual beli ginjal terus dilakukan penyidik Bareskrim Polri.
Selain mengungkap adanya penjualan ginjal, penyidik juga mulai menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran SOP yang dilakukan dokter.
Menurut penuturan dari dua tersangka sindikat penjualan ginjal yakni Amang dan Dedi, sebelum operasi para korban menjalani tahapan wawancara dengan dokter.
"Klien saya mengakui ada komunikasi dengan pihak dokter, karena kan Undang-undang mengatakan harus ada komunikasi seperti interview dan klien saya dengan jujur mengatakan ada komunikasi dengan dokter RSCM," tutur Osner Johnson Sianipar, kuasa hukum tersangka Amang, Dedi, dan Herry saat dihubungi Selasa (16/2/2016).
Diutarakan Osner, komunikasi antara kliennya dengan dokter hanya sebatas wawancara soal apa hubungan pendonor dengan penerima ginjal.
Apakah hubungan keluarga dekat, keluarga biasa, atau hubungan kerja atasan dengan karyawan.
Menurut Osner dengan sudah disitanya handpone ketiga tersangka, maka itu bisa menjadi petunjuk bagi penyidik mendalami sejauh mana komunikasi para tersangka dengan pihak dokter.
"HP tiga tersangka sudah disita jadi barang bukti, disitu kan sudah dibedah dan dikloning. Dari sana bisa ketahuan ada komunikasi tidak dengan dokter."
"Klien saya Amang mengaku pada dokter, hubungan dia dengan penerima donor itu karena ingin membayar hutang budi jadi dia rela memberikan ginjal," ungkapnya.
Untuk diketahui Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus jual beli ginjal ilegal.
Tiga tersangka tersebut masing-masing Yana Priatna alias Amang (YP atau AG), Dedi Supriadi (DS atau DD), dan Kwok Herry Susanto alias Herry (HR).
Selama satu tahun sindikat ini sudah menjaring 15 korban, rata-rata warga Jawa Barat yakni Garut, Bandung, Soreang dan lainnya.
Para korbannya adalah pekerja kasar dari kalangan bawah seperti sopir, petani, tukang ojek dan lainnya, yang rentang umurnya antara 20 sampai 30 tahun.
Modus pelaku yaitu menjanjikan uang kepada korban yang mau menjual ginjalnya sekitar Rp70 juta.
Sedangkan orang penerima ginjal atau yang membeli diminta bayaran sebesar Rp 250 juta sampai Rp 300 juta.
Atas perbuatannya kini ketiga pelaku ditahan di Bareskrim dan dijerat Pasal 2 ayat 2 UU No 21 Tahun 2007 TPPO (tindak pidana perdagangan orang), juncto Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ancaman hukuman diatas lima tahun penjara.
Selain mengamankan tiga pelaku, polisi juga menyita sejumlah barang bukti yakni dua HP, satu buku tabungan, satu kartu ATM, satu SPU, dokumen rekam medis, hasil CT Scan, hasil laboratorium di Bandung, surat pernyataan dari korban, dan surat persetujuan dari korban.