Pasha 'Ungu' Tolak Wawancara Jadi Musibah Bagi Masyarakat
"Sebagai pejabat publik, termasuk kepala daerah, wajib untuk tidak menutup diri kepada publik, apalagi wartawan,"
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Abdulhamid memandang bahwa penolakan wawancara oleh Pasha “Ungu” merupakan musibah bagi masyarakat Palu.
Menurutnya, pimpinan baru yang dipilih langsung oleh rakyat ternyata tidak membawa berkah tapi musibah.
"Jangankan wartawan, menurut ketentuan UU KIP masyarakat biasa saja bebas bertanya serta minta informasi dan dokumentasi kepada badan publik, dalam hal ini pemerintah, baik lewat pimpinannya maupun Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)," tuturnya.
Abdulhamid yakin sanksi sosial pasti akan diberikan oleh publik kepada pejabat yang tertutup, baik lewat media massa formal maupun media soasial.
Ketertutupan ini pada gilirannya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan Pasha “Ungu” sendiri.
Abdulhamid mengimbau Mendagri Tjahjo Kumolo untuk turun tangan kasus Palu ini agar tingkat kepercayaan publik kepada Pasha “Ungu” sebagai wakil walikota tidak merosot.
Sebab jika merosot bisa dipastikan program pembangunan sulit berjalan.
"Jika tidak ada tindakan dari Mendagri atau permintaan maaf dari Pasha “Ungu” maka bully akan terus dilancarkan oleh publik maupun media massa dan akan menjadi bola salju, makin lama makin besar," katanya.
Abdulhamid mengatakan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda memberi kewenangan pemerintah pusat untuk memberikan hukuman kepada kepala daerah.
Dalam Pasal 67 (b) disebutkan bahwa kepala daerah harus menjalankan peraturan perundangan, dalam hal ini UU Pers dan UU KIP.
"Jika kepala daerah tidak melaksanakannya, maka pemerintah pusat bisa memberhentikannya, seperti tercantum dalam Pasal 78 (d) UU Pemda," ucapnya.