Granita Dukung Langkah KPI Melarang Tayangan Berbau Kampanye LGBT
Granita juga berharap bahwa pembatasan atau larangan itu akan diikuti dengan keputusan untuk bidang propaganda outdoor.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Wanita Nusantara (GRANITA) mendukung keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang membatasi serta melarang tayangan-tayangan yang berbau propaganda LGBT (Lesbian, Gay, Bisex dan Transgender) di berbagai media elektronik.
Granita juga berharap bahwa pembatasan atau larangan itu akan diikuti dengan keputusan untuk bidang propaganda outdoor.
Demikian diungkapan Humas GRANITA, Rani Kurniati dalam penjelasannya kepada Tribunnews.com, Selasa (23/2/2016).
Secara konsisten, demikian dijelaskan Rani Kurniati, Granita mendukung keputusan KPI dalam pelarangan tayangan yang berbau promosi, propaganda, ataupun kampanye agar LGBT mendapatkan tempat di masyarakat.
Kejahatan terbesar telah dilakukan oleh media elektronik yang secara sengaja, langsung ataupun tidak langsung, menayangkan kampanye ataupun promosi LGBT.
“Kita tidak perlu bicara soal rating dalam kasus ini. Kita juga tidak bicara soal hak asasi dalam hal ini. Yang perlu dipikirkan adalah masa depan generasi muda Indonesia masa kini dan masa mendatang," ujar wanita cantik yang sering dipanggil Ikko.
Granita, menurut Rani, secara konsisten akan melawan penyimpangan gaya hidup seksual yang selalu ditawarkan oleh komunitas LGBT.
Menurutnya, Granita sangat menghormati individu-individu dalam komunitas LGBT.
Yang ditentang oleh Granita adalah, mengkampanyekan LGBT sebagai gaya hidup dan mempengaruhi mereka yang normal untuk masuk dalam komunitasnya.
“Sekali lagi Granita ingin mengatakan kepada para ibu-ibu Indonesia, LGBT itu tidak ubahnya dengan narkoba. Sekali terjerat akan sangat sulit untuk lepas. Sudah banyak kisah yang dengan mudah para ibu Indonesia pelajari."
"Kami melihat larangan KPI sangat tepat meskipun datang belakangan setelah ribut-ribut di media. Namun demikian, tidak ada kata terlambat dalam melakukan pelarangan demi kebaikan masyarakat serta masa depan Indonesia,” ujar Rani.
Diuraikannya lebih lanjut, hampir semua tayangan di televisi mengekploitasi yang bersifat kampanye ataupun mempengaruhi pemirsa dalam pemilihan gaya hidup terkait dengan orientasi seksual.
Bahkan, televisi sangat memberi ruang atas tumbuhnya gaya hidup berorientasi pada penyimpangan seksual.
“Sasaran tayangan terkait gaya hidup adalah remaja atau yang dikenal dengan usia akil balig. Mereka inilah yang karena usianya ingin coba-coba, kemudian menyerap semua informasi dari tayangan-tayangan tanpa filter."
Rasa penasaran dan ingin mencoba itulah yang kemudian dimanfaatkan kelompok LGBT. Dan urusan tayangan tidak dewasa atau tidak tepat bukan hanya tanggung jawab KPI tetapi juga orang tua,” ujarnya.
Menurut Humas Granita itu, pelarangan KPI atas tayangan LGBT itu harus juga diikuti oleh pelarangan yang menampilkan para artis, aktor, bintang LGBT yang terjun dalam dunia iklan termasuk penempatan outdoor.
Jika ini belum mempan, Granita akan berkampanye memboikot produk-produk yang menggunakan bintang iklan dari komunitas LGBT.
“Granita memang serius dalam melihat perubahan yang ada. Jangan sampai kita tidak melakukan apa-apa karena atas nama Hak Asasi Manusia, dan kemudian kita tidak bisa mengubah apapun karena sudah sangat terlambat,” ujar Ikko.
Larangan KPI
Sebelumnya KP) melarang tayangan yang mengampanyekan LGBT hadir di layar kaca.
Alasannya, itu melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012.
Untuk itu, KPI sangat mengapresiasi kebijakan dari salah satu stasiun televisi yang memutuskan tidak memberikan ruang sama sekali bagi promosi LGBT.
Hal tersebut terungkap dalam acara diskusi terbatas tentang penyimpangan orientasi seksual di kantor KPI Pusat dengan pembicara Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am.
Idy Muzayyad menjelaskan, larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan remaja yang rentan menduplikasi perilaku menyimpang LGBT.
Karenanya, baik televisi maupun radio, tidak boleh memberikan ruang yang dapat menjadikan perilaku LGBT itu dianggap sebagai hal yang lumrah.
“Aturan dalam P3 & SPS itu sudah jelas, baik tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesusilaan dan kesopanan, ataupun tentang perlindungan anak dan remaja yang melarang adanya muatan yang mendorong anak dan remaja belajar tentang perilaku tidak pantas dan atau membenarkan perilaku tersebut,” ujar Idy dalam siaran persnya ke Tribunnews.com, Jumat (12/2/2016).
Selain itu, Idy mengingatkan bahwa dalam undang-undang penyiaran juga menegaskan bagaimana tujuan penyelenggaraan penyiaran.
“Salah satunya untuk terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman yang mengingatkan lembaga penyiaran tentang hal-hal apa saja yang dapat dikategorikan sebagai kampanye LGBT.
KPI sendiri berharap meskipun regulasi sudah jelas memberikan pembatasan dan larangan, hati nurani pelaku industri penyiaran ikut digunakan.
Ke depan, ujar Idy, bila diperlukan akan dibuat batasan yang lebih rinci lagi di P3 & SPS, agar TV dan radio tidak salah dalam penayangan program terkait LGBT.
Sikap KPI ini sejalan dengan sikap Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menolak promosi dan legalisasi terhadap LGBT. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.