Revisi UU KPK Selalu Gagal
-Presiden Jokowi akhirnya bersikap dan bersepakat dengan DPR untuk menunda rencana melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, JAKARTA -Presiden Jokowi akhirnya bersikap dan bersepakat dengan DPR untuk menunda rencana melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sikap Presiden Jokowi disampaikan pasca melakukan pertemuan dengan perwakilan DPR, dan langsung menggelar jumpa pers di Istana Negara, Senin (22/2). Namun, meski ditunda, rencana revisi UU KPK tetap masuk dalam prolegnas.
Sebenarnya, upaya melakukan revisi UU KPK ini sudah bergulir sejak tahun 2010 lalu. Dalam perjalanannya, rencana untuk mervisi UU KPK adalah yang paling alot proses pengusulan dan pembahasannya.
Dan publik pun, secara mayoritas menentang rencana ini.Mantan pimpinan KPK sekaligus praktisi hukum, Chandra M. Hamzah, mengatakan, ada beberapa poin perubahan dalam draf revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang tidak konsisten.
Ia menyebutkan, KPK tidak akan pernah bisa mengangkat penyelidik dan penyidik independen apabila terdapat syarat pengalaman dua tahun.
"Saya menilai tidak konsisten. Memberi wewenang mengangkat, namun harus dengan syarat. Sama saja KPK tidak pernah bisa mengangkat penyelidik dan penyidik independen," ujar Chandra Hamzah.
Pasca pertemuan dengan perwakilan DPR selama kurang lebih 2 jam itu, Presiden Jokowi menghargai dinamika politik yang berkembang di DPR terkait rencana revisi UU KPK tersebut.
"Saya hargai proses dinamika politikyang ada di DPR, khususnya dalam rencangan revisi UU KPK," ujar Jokowi.
"Tadi, setelah bicara mengenai rencana revisi, kita sepakat sebaiknya tidak dibahas saat ini dan ditunda. Perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan rencana revisi dan sosialisasinya kepada masyarakat," kata Presiden.
Hadir dalam jumpa pers dengan Presiden Jokowi di Istana Negara dari unsur DPR, Ketua DPR Ade Komarudin dan wakil-wakilnya yakni Taufik Kurniawan, Agus Hermanto, Fadli Zon, dan Fahri Hamzah.
Sebelumnya, revisi UU KPK masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada tahun 2016 ini. Sudah ada sejumlah usulan tentang perubahan yang perlu dilakukan dalam revisi ini. Setidaknya ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.
Pernyataan Presiden Jokowi kemudian diamini oleh Ketua DPR Ade Kommaruddin. DPR, katanya sepakat dengan sikap pemerintah yang meminta menunda rencana melakukan revisi UU KPK. "Kami bersepakat bersama pemerintah menunda membicarakan revisi UU KPK sekarang ini. Dan tidak menghapus dalam daftar prolegnas," tambah Ade.
Dia menegaskan, bersama pemerintah sudah sepaham tentang empat poin yang perlu dilakukan penyempurnaan yakni kewenangan SP3, penyidik independen, dewan pengawas, dan penyadapan. "Untuk menguatkan KPK di masa yang akan datang. Perlu waktu untuk sosialisasi ke pegiat anti korupsi," Ade memastikan. (tribunnews/kompas.com
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.