Saran Untuk Jokowi Agar Pemberantasan Narkoba Efektif dan Efisien
Monitoring dan evaluasi kinerja sejumlah lembaga negara menjadi sorotan dalam upaya perang melawan peredaran Narkoba.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Monitoring dan evaluasi kinerja sejumlah lembaga negara menjadi sorotan dalam upaya perang melawan peredaran Narkoba.
Direktur Hukum YLBHI Julius Ibrani mungkapkan banyak saat ini pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab.
Seperti pertanyaan kenapa peredaran narkoba semakin luas dan masif.
Kemudian, kenapa penggunanya semakin banyak.
Serta kenapa juga meskipun banyak pelakunya yang dihukum mati, tetapi peredaran Narkoba tidak pernah habis.
"Jangan-jangan yang ditangkap, dipenjara, dihukum mati selama ini bukan otaknya, bukan bandarnya, bukan produsennya," kata Julius, Kamis (25/2/2016).
Kata dia, dengan melakukan monitoring dan evaluasi berbagai pertanyaaan tersebut akan bisa dijawab dengan tindakan nyata.
Bila sudah ada tindakan nyata yang sesuai dengan akar masalahnya, diyakini peredaran Narkoba di Indonesia bisa ditekan.
Soal mekanisme kerja, program kerja, dan indikator-indikator keberhasilan kerja dalam pemberantasan narkoba harusnya lebih terprogram dan tersistematis.
"Termasuk mekanisme pengawasan tadi, monitoring dan evaluasi kinerja. Nah ini yang harus dijadikan pegangan bagi Presiden Jokowi, supaya kinerja pemberantasan narkoba bisa efektif dan efisien," ungkapnya
Tahap Membahayakan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan berdasarkan data hasil penindakan terhadap pengedar, pengguna, termasuk juga yang memproduksi kasus Narkoba cukup besar.
“Tadi disampaikan ada peningkatan setiap tahun 13,6 persen. Ini angka yang cukup besar,” kata Kapolri kepada wartawan, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Sebagai gambaran, lanjut Kapolri, tahun 2015 itu ada 50.178 tersangka yang ditangkap.
Kemudian kasusnya 40.253, belum lagi yang ditangani BNN sekitar 665 kasus.
Kapolri menilai, jumlah itu cukup besar sehingga sebagian besar lembaga pemasyarakatan separuhnya lebih merupakan tahanan narkotika.
“Karena itu, ini sudah dalam kategori membahayakan,” ucapnya.