TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jumat pagi ini (26/2/2016), Komisi Yudisial (KY) akan melaksanakan pemilihan Ketua KY yang nantinya akan memimpin lembaga ini selama 2,5 tahun mendatang.

Berdasarkan UU, maka pemilihan Ketua KY dilakukan dari dan oleh Anggota KY.

Saat ini KY berjumlah 7 orang yang terdiri dari Sukma Violetta, Maradaman Harahap, Farid Wajdi, Djoko Sasmito, Sumartoyo, Jaja Ahmad Jayus, Aidul F. Azhari.

"Koalisi Pemantau Peradilan menelisik KY saat ini yg menghadapi situasi yg perlu penguatan," tegas Julius Ibrani dari YLBHI.

Penguatan KY antara lain,pertama, perluasan fungsi pengawasan yang tidak hanya penindakan.

Kedua, membangun konstruksi hubungan yang produktif dengan MA sebagai mitra kritis, terkait pembagian peran kelembagaan, mekanisme kerja dan koordinasi serta keselarasan pembentukan kebijakan KY dan MA.

Ketiga, penguatan jaringan termasuk ke lembaga negara dan masyarakar sipil untuk melegitimasi peran KY kepada publik.

Keempat, manajemen SDM dan tata kelola kelembagaan KY.

Menurut Ibrani, kesemua situasi tersebut harus ditujukan pada peningkatan kualitas hakim dan reformasi MA demi mencapai independensi peradilan, yang bersih dan adil, tanpa intervensi legislatif dan eksekutif.

"Oleh sebab itu, dalam pemilihan Ketua KY hari ini sebaiknya juga harus melewati mekanisme yang transparan (terbuka utk publik), dengan metode yang jelas seperti ada debat visi misi dan program konkret, bukan transaksi politik di kolong meja," jelas Aradila Caesar dari ICW

Adapun, kriteria yang harus dipenuhi, antara lain:

1) Independensi, terbebas dari afiliasi 3 kekuasaan politik: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.

2) Berpengalaman dalam manajemen keorganisasian dalam lingkup besar dan memahami program kerja lembaga KY.

3) Mengikuti dan memahami situasi dan kondisi KY dalam beberapa kewenangan yang sedang berjalan seperti Pemilihan Calon Hakim Agung dan Rekrutmen Hakim.

"Kami berharap Ketua KY terpilih mendatang dapat berperan lebih aktif untuk menjaga independensi peradilan dan melakukan upaya pembersihan praktik mafia peradilan mulai dari tingkat pengadilan hingga Mahkamah Agung" tegas Ibrani.