Jaksa KPK Tuntut Mantan Dirjen P2KT Kemenakertrans 7 Tahun Penjara
Dirinya dianggap sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi di lingkungan Ditjen P2KT Kemenakertrans periode 2012-2014.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntutut mantan Dirjen Pembinaan dan Pengembangam Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans Jamaluddin Malik 7 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
Dirinya dianggap sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi di lingkungan Ditjen P2KT Kemenakertrans periode 2012-2014.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Abdul Baasir saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2016).
Jaksa juga meminta mantan anak buah Muhaimin Iskandar itu, membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 5,41 miliar. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Dalam tuntutannya, Jaksa memiliki pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan, mantan anak buah Muhaimin Iskandar itu dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan memberikan keterangan secara berbelit-belit
"Yang meringankan, terdakwa sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga," kata jaksa Basir.
Diberitakan sebelumnya, Jamaluddien didakwa melakukan pemaksaan kepada anak buahnya, para pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk mengumpulkan duit demi membiayai keperluan pribadi Jamal.
Selain itu, bersama Achmad Said Hudri selaku Sekretaris Ditjen (Sesditjen) P2KTrans telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Jaksa KPK Mochamad Wirasakjaya dalam persidangan menyebutkan, terdakwa mempunyai kekuasaan untuk mengawasi, memimpin, mengkoordinasikan, memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans untuk menyerahkan sejumlah uang yang guna kepentingan terdakwa.
Menurutnya Jamaluddien telah memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans. Yakni Djoko Haryono, Rini Nuraini, Darmansyah Nasution, Rina Puji Astuti, Rini Birawaty, Mamik Riyadi, dan Syafrudin untuk memberikan sejumlah uang padanya untuk keperluan pribadinya.
Mereka diketahui melakukan pemotongan pembayaran dengan cara mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif yang bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," kata jaksa Wiraksajaya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (2/12/2015).
Jamaluddien pun menerima uang total Rp 6,734 miliar hasil setoran uang dari para PPK pada tahun 2013 ataupun tahun 2014 saat Kemenakertrans dipimpin Muhaimin Iskandar. Seluruh duit diserahkan dalam bentuk tunai.
JPU menjelaskan, uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Jamaluddien. Misalnya, membiayai pengajian dalam rangka ulang tahunnya, mendanai acara pengajian rutin, serta uang saku perjalanan ke luar negeri.
Diduga uang itu tidak hanya mengalir ke Jamaluddien, ada pihak lain yang kecipratan.
"Untuk diberikan kepada staf khusus menteri, membayar pembantu di rumah dinas terdakwa, biaya operasional terdakwa, pajak mobil pribadi, pembuatan baju terdakwa, tagihan karangan bunga, beli satu unit treadmll dan kepentingan terdakwa lain," kata jaksa.
Jamaluddien juga memberikan uang kepada Achmad Said sebesar Rp 30 juta, I Nyoman Susinaya Rp 147 juta, dan Dadong Irbarelawan Rp 50 juta.
Atas tindakan yang dilakukan, Jamal didakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.