Cuci Uang, Nazaruddin Beli Rumah Seharga Belasan Miliar Rupiah Bukan Atas Nama Dirinya
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan beberapa saksi dalam sidang untuk terdakwa Muhammad Nazaruddin Rabu (16/3)
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan beberapa saksi dalam sidang untuk terdakwa Muhammad Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Salah satunya ialah Aswin Manwatara, yang pernah menjual sebidang tanah dan bangunan kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin senilai Rp 13 miliar.
Dalam sidang Aswin menyebutkan, mantan Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum yang datang dan menyampaikan ingin membeli tanah warisan orangtua Aswin seluas 4.944 meter persegi tersebut pada 2010.
"Pertama yang datang melalui broker, Anas Urbaningrum. Kemudian sepakat dipertemukan dengan Pak Nazaruddin," kata Aswin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (16/3/2016).
Menurut Aswin, tanah dan bangunan warisan orangtuanya itu awalnya ingin dijual dengan harga Rp15 miliar. Namun, setelah tawar menawar disepakati, dia melepas dengan harga Rp13 miliar.
Pembayaran tersebut lantas dilunasi secara mengangsur mulai akhir 2009 hingga Juli 2010.
Hanya saja, menurut Aswin, bukan nama Nazaruddin yang tercantum dalam Akta Jual Beli (AJB) tanah dan bangunan itu sebagai pihak pembeli.
"Bukan (Nazar). Saya lupa," kata Aswin.
Dalam dakwaan disebutkan, Nazaruddin membeli tanah dan bangunan milik Aswin dan beberapa saudaranya selaku ahli waris, Abdul Karim, di daerah Pancoran melalui Muhajidin Nur Hasim. Disebutkan, nama Muhajidin yang dicantumkan dalam AJB yang dibuat notaris bernama Enny Nurillah.
Sebagai modus untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul pembelian itu, Nazaruddin melalui saudaranya Muhammad Nasir membuat Akta Pembatalan jual-beli dengan pengoperan hak terhadap tanah dan bangunan Nomor 42 tanggal 31 Desember 2012. Akta pembatalan itu dibuat Notaris Widyatmoko agar seolah-olah tidak terjadi pembelian tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Nazar dinilai telah melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri.
Sehingga merupakan beberapa kejahatan selaku pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan menyebutkan, Nazaruddin diduga menerima uang sebesar Rp23.199.278.000 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang diserahkan oleh Mohammad El Idris.