Penyuap Dewie Limpo Bantah Ingin Loloskan Proyek Listrik Supaya jadi Bupati Deiyai
Irenius Adii membantah tuduhan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan suap proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii membantah tuduhan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa dirinya berniat mencalonkan diri menjadi Bupati Deiyai.
Diketahui, Irenius adalah Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) kabupaten Deiyai. Dia menyuap politikus Hanura Dewie Yasin Limpo, agar pemerintah bisa menggarap proyek pembangunan pembangkit listrik di tempatnya.
"Saya ke Jakarta bukan mencari kepentingan keluarga, bukan untuk mendulang suara Bupati 2017," kata Irenius dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2016).
Pada sidang pembacaan tuntutan 10 Maret 2016, jaksa penuntut umum KPK menyatakan Irenius berniat menjadi bupati pada 2017.
"Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, menerangkan bahwa Irenius ingin jadi bupati Deyiai tahun 2017. sehingga menyadari bahwa pemberian uang 177.700 dolar Singapura kepada Dewie Yasin Limpo tersebut," kata jaksa KPK Joko Hermawan.
Irenius hanya mengakui bahwa ia berupaya agar tempat kelahirannya di Deiyai tidak lagi hanya menggunakan lilin sebagai alat penerangan.
"Saat saya lahir 1963, kemudian SD dan SMP di kota Waghete, Deiyai saya masih menggunakan lilin. Pada 2014 kondisi Deiyai serupa sewaktu SD dan SMP yaitu menggunakan lilin pada malam hari. Itulah yang mendorong saya ke pemerintah pusat sekaligus datang untuk menjemput 35 relawan, namun ternyata saya dijerat oleh politikus. Saya bertemu Dewie Yasin Limpo," katanya.
Dirinya mengaku menyesali perbuatannya, juga terjerat tipu daya anggota Komisi VII DPR RI tersebut dengan memberi sejumlah uang, demi meloloskan proyek.
"Saya ke pemerintah pusat sekaligus datang untuk menjemput 35 relawan, ternyata saya dijerat oleh seorang politikus. Saya bertemu Dewie Yasin Limpo," kata Irenius.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini juga mengungkapkan, niatnya untuk menerangi kampungnya dengan listrik. Menurutnya, sudah puluhan tahun Indonesia merdeka, tetapi listrik belum juga mengalir.
Sambil menangis, dirinya bercerita soal derita warga Deiyai harus menggunakan lilin atau genset untuk menunjang aktivitas di malam hari.
Namun, lantaran 'salah masuk pintu', dirinya harus berurusan dengan Dewie Limpo yang meminta sejumlah fee untuk membantu meloloskan anggaran pembangunan pembangkit listrik di Deiyai.
"Tidak ada niat sekalipun untuk tidak mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi, saya hanya terjebak dalam kesusahan masyarakat," katanya.
Lebih lanjut, Irenius pun sangat kecewa dengan tindakan dari Dewie Limpo soal permintaan dana pengawalan atau fee untuk mengawal proyek pembangkit listrik tersebut. Bahkan, dia berjanji atas kejadian ini tak bakal mengulangi perbuatannya ini.
"Saya sangat kecewa mengikuti saudari Dewie Yasin Limpo untuk dana fee peraturan tersebut. Saya juga berjanji serta dihadapan Tuhan, saya tidak akan mengulangi perbuatan ini," kata Irenius.
Diberitakan sebelumnya Irenius bersama pengusaha pemilik PT Abdi Bumi Cenderawasih Setiady Jusuf, dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta, subsidair 6 bulan kurungan.
Keduanya memberikan uang pelicin senilai 177.700 Dollar Singapura kepada Dewie sebagai dana pengawalan anggaran.
Atas perbuatan tersebut, Irenius dan Setiady dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaiman diubah ke dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.