Adrianus Garu: DPD RI Dukung Banten Bebas Buta Aksara
Pencanangan ini merupakan salah satu dari 38 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sangat mendukung Gerakan Indonesia Membaca (GIM) dan Gerakan Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Marjinal (GP3M) yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Anies Baswedan baru-baru ini.
DPD RI juga mengapresiasi respons Gubernur Banten, Rano karno yang selama ini bekerja dengan baik dalam memberantas buta aksara yang masih ada di wilayahnya.
“Ini terobosan yang sangat bagus untuk mempersiapkan generasi bangsa yang melek huruf dan pandai. Respons Gubenur Rano Karno perlu dicontoh oleh para kepala daerah lainnya, agar Indonesia bisa bebas buta aksara dalam waktu yang singkat,” kata anggota DPD RI, Adrianus Garu kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Mendikbud, Anies Baswedan didampingi Gubernur Banten Rano Karno mencanangkan GIM dan GP3M di Aula Kampus La Tansa Mashiro Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Kamis (31/3/2016).
Pencanangan ini merupakan salah satu dari 38 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Ribuan guru dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak hadir dalam pencanangan tersebut.
Bersama Bupati Lebak Iti Oktavia Jayabaya mereka menyambut hangat kedatangan Menteri Anies dan Rano Karno.
Rano Karno sangat mengapresiasi GIM yang dicanangkan di Kabupaten Lebak dan akan dilanjutkan di daerah lainnya di wilayah Indonesia pada tahun 2016 ini.
Menurutnya, gerakan membaca merupakan wujud kepedulain Pemerintah Provinsi Banten terhadap terobosan yang dilakukan oleh Kemendikbud.
Saat ini, Pemprov Banten telah mencanangkan program 1 Desa 1 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan kewajiban membaca 15 menit sebelum masuk sekolah.
“Kita berharap melalui gerakan ini, kegiatan literasi di Banten terus bergulir,” kata Rano.
Gubernur Rano Karno juga mengucapkan terima kasih atas apresiasi Kemendikbud atas penganugerahan Aksara Utama kepada Provinsi Banten pada puncak Hari Aksara Internasional tahun 2015 lalu.
Anugerah tersebut, tambah Rano, merupakan lecutan semangat bagi Provinsi Banten untuk terus menerus memberantas buta aksara di Banten.
Saat ini, di Banten, penduduk yang masih buta aksara tinggal tersisa 15 ribu orang.
Melalui gerakan membaca, jumlah tersebut diharapkan akan berkurang seiring dengan kesadaran masyarakat untuk giat membaca.
Karenanya, Rano meminta SKPD terkait seperti Dinas Pendidikan dan Badan Arsip Daerah Provinsi Banten bersinergi untuk Banten lebih baik.
Selain itu, Rano Karno mengatakan bahwa Lebak selain merupakan daerah yang dikenal dunia memiliki masyarakat suku Baduy juga terdapat sejarah Eduard Doewes Dekker yang dikenal dengan nama Multatuli.
Hadirnya Eduard Douwes Dekker sebagai Asisten Residen Lebak di sebelah selatan Karesidenan Banten yang bertempat di Rangkasbitung pada Januari 1856.
Eduard melaksanakan tugasnya dengan cukup baik dan bertanggung jawab. Ia memerintah Lebak hanya empat bulan saja.
Namun, kegigihan dan keberanian seorang kolonial Belanda dengan menulis dan mengkhabarkan ke penjuru dunia dengan sewenang-wenangnya penindasan masyarakat Lebak yang dilakukan pemerintah itu.
Eduard menulisnya buku Max Havelaar 1860 dengan menemukan fakta bahwa kerja rodi yang dibebankan pada rakyat distrik telah melampaui batas.
Bahkan menjumpai praktik-praktik pemerasan yang dilakukan oleh Bupati Lebak dan para pejabatnya dengan meminta hasil bumi dan ternak kepada rakyatnya.
Namun, sepuluh tahun ke depan buku itu dihapusnya. Hal itu bukti konkret keburukan dan kebobrokan pemerintah Hindia-Belanda.
Eduard berjuang dengan gagah yang dituangkan dalam karya sastra dengan dahsyat kekuatan literatur melalui penanya Multatuli.
"Saat ini, Multatuli diabadikan dengan Jalan Protokol di Rangkasbitung," katanya.
Menurut dia, kegigihan Eduard Douwes Dekker itu membawa inspirasi perubahan bagi bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan itu.
Karena itu, membaca sangat penting untuk melakukan perubahan-perubahan sehingga sadar betul gemar membaca dapat menambah pengetahuan.
Pendiri bangsa ini, seperti Bung Karno yang terkenal dengan kutu buku, bahkan seluruh waktu untuk digunakan membaca.
Selain itu juga Bung Hatta sangat mencintai membaca buku, bahkan dia dipenjarakan Belanda dengan membawa buku sebanyak 16 peti.