Kajati Jatim Maruli Hutagalung Curiga Hakim Memihak La Nyalla
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan penetapan La Nyalla sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejati Jatim, tidak sesuai prosedur.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ketua Umum PSSI yang juga Ketua Pemuda Pancasila Jawa Timur, Ir La Nyalla Mattaliti, bisa bernafas lega.
Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan praperadilan diajukan La Nyalla terhadap Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Selasa (12/4/2016).
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya, Ferdinandus, memutuskan penetapan La Nyalla sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, tidak sesuai prosedur.
Oleh karena itu hakim membatalkan La Nyalla sebagai tersangka kasus penggunaan dana hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim untuk membeli saham perdana (IPO) Bank Jatim.
"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Menyatakan surat perintah penyidikan Nomor Print-291/ 0.5/Fd.1/03/2016 dari termohon (Kejati Jatim) tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Menyatakan penetapan tersangka atas pemohon oleh termohon tidak sah. Menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya," kata hakim.
Kontan putusan itu disambut takbir oleh pendukung La Nyalla.
"Allahu Akbar...Allahu Akbar...," ujar pendukung La Nyalla sembari mengepalkan tangan. Saat ini La Nyalla tidak berada di Indonesia. Ia diduga berada di Singapura, setelah beberapa saat di Malaysia.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim, Maruli Hutagalung, menegaskan putusan praperadilan itu tidak akan menghentikan pengusutan kasus tersebut. Maruli bahkan menyatakan akan segera mengeluarkan surat perintah penyidikan baru.
"Saya ingin perkara ini maju ke Pengadilan Tipikor, bukan praperadilan. Kalau praperadilan kan belum masuk ke pokok perkara," kata Maruli.
Maruli cuiga sejak awal hakim condong kepada kubu La Nyalla, di antaranya menolak kesaksian penyidik Kejati Jatim.
"Yang bisa menjelaskan alat bukti kan penyidik, mengapa ditolak oleh hakim? Jadi memang sudah miring," katanya.
Ia juga mengungkapkan sikap hakim yang berpihak kepada kubu La Nyalla.
"Setiap kali persidangan hakimnya selalu memihak pada pemohon. Pemohon sudah selesai bertanya, hakim tambahkan lagi," katanya.
Ahmad Fauzi, tim dari Kejati Jatim, mengaku kecewa pada putusan itu. Ia menyatakan, alat bukti baru diperoleh penyidik sama sekali tidak dipertimbangkan oleh hakim.
"Itu semua tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim," terangnya.
Bukan Bukti Baru
Pihaknya belum bisa menentukan sikap atas putusan hakim itu, apakah menerima atau mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Bisa juga Kejati menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru.
"Yang jelas kami akan laporkan putusan ini kepada pimpinan. Pimpinan yang akan memutuskan," terangnya.
Kejati Jatim menjaring La Nyalla sebagai tersangka berdasarkan hasil pengembangan kasus penggunaan dana hibah kepada Kadin Jatim yang telah disidangkan.
Kejati Jatim bahkan mengklaim telah memiliki empat alat bukti sehingga La Nyalla layak dijaring sebagai tersangka.
Tim kuasa hukum La Nyalla, mengaku puas pada putusan hakim. Pihak La Nyalla berharap Kejati Jatim mematuhi putusan pengadilan dan menghentikan penyidikan kasus dana hibah Kadin Jatim.
"Kami bersyukur, bersyukur, bersyukur," kata Sumarso, anggota tim kuasa hukum La Nyalla.
Sumarso menuturkan putusan itu secara otomatis menggugurkan penetapan tersangka, penetapan La Nyalla dalam daftar pencarian orang (DPO), dan pencegahan ke luar negeri.
"Putusan ini harus dijalankan. Semua yang berkaitan atas penetapan tersangka telah gugur dengan sendirinya," terangnya.
Dalam putusannya, hakim menyatakan alat bukti yang dipunyai penyidik Kejati Jatim merupakan bukti lama yang sudah diperoleh pada penyidikan kasus (putusan sudah berkekuatan hukum tetap), hingga tidak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Perkara terpidana Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, terkait penggunaan dana hibah Kadin Jatim, telah berkekuatan tetap pada 26 Desember 2015 lalu.
"Kerugian negara sudah dipertanggungjawabkan terdakwa atau terpidana Diar dan Nelson," ujar Ferdinandus. (tribunnews/surya/mif/valdi)