Ayah Siyono Tolak Beri Keterangan Tanpa Didampingi Pengacara
Ayah almarhum Siyono, Marso enggan memberi keterangan saat menjadi saksi pemeriksaan etik Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
![Ayah Siyono Tolak Beri Keterangan Tanpa Didampingi Pengacara](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/hasil-autopsi-siyono_20160411_230130.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ayah almarhum Siyono, Marso enggan memberi keterangan saat menjadi saksi pemeriksaan etik Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
Marso menolak memberi keterangan lantaran tidak didampingi pengacara saat menjalani pemeriksaan etik.
"Untuk saksi orangtua Siyono meskipun sudah datang di lokasi sidang, namun yang bersangkutan tidak bersedia memberikan kesaksian dalam persidangan karena tidak didampingi pengacara," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Agus Rianto, Selasa (19/4/2016).
Menurut Agus, pemeriksa pun tidak mengabulkan permintaan Marso lantaran sidang digelar tertutup, dan pihak luar tidak diperkenankan masuk kecuali saksi.
"Akhirnya dibuatkan surat pernyataan tidak bersedia memberikan keterangan yang ditandatangani di atas materai, disaksikan oleh dua orang pengacara," kata Agus.
Pengacara keluarga Siyono, Trisno Raharjo mengamini penolakan Marso saat dimintai keterangan di Divisi Propam Polri.
"Pak Marso bukannya tidak mau memberi keterangan. Bersedia memberi keterangan, tapi minta didampingi karena takut," ungkap dia.
Ia menjelaskan, Marso merasa khawatir tidak mengerti dalam proses pemeriksaan. Ia merasa akan lebih tenang bila didampingi pengacara.
Divisi Propam menggelar sidang pertama meninggalnya Siyono. Sekitar sepuluh orang dipanggil untuk memberi keterangan atas meninggalnya Siyono.
Selain ayah Siyono, pihak lain yang dipanggil, yaitu Kapolres Klaten, dokter dari Polri, dan anggota Densus 88 Polri.
Menurut Polri, Siyono meninggal dunia usai berkelahi dengan satu anggota Densus 88 di dalam mobil. Saat itu, petugas membawa Siyono untuk memperlihatkan bunker penyimpanan senjata.
Di tengah perjalanan, Siyono meminta borgolnya dibuka. Petugas pun membukanya karena dianggap Siyono kooperatif. Namun, Siyono justru melawan dan menyerang petugas di sampingnya.
Anggota Densus 88 pun melakukan perlawanan sehingga perkelahian pun tak terelakkan.
Berdasarkan hasil visum Polri, ada pendarahan di kepala bagian belakang Siyono sehingga membuatnya langsung tewas.
Fakta lain justru terungkap dari hasil autopsi PP Muhammdiyah. Menurut Muhammadiyah, penyebab kematian Siyono karena patahnya tulang dada yang menekan jantungnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Iriawan mengakui adanya kesalahan prosedur oleh Densus 88 Antiteror saat mengawal Siyono.
Iriawan mengatakan, ada beberapa prosedur tetap yang tidak dipenuhi anggota tersebut.
"Dalam melakukan pembawaan tersangka itu seharusnya kan diborgol, tetapi mereka tidak melaksanakan SOP itu," ujar Iriawan.
Propam telah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, termasuk rekonstruksinya. Selain itu, kata Iriawan, semestinya petugas yang mengawal Siyono minimal dua orang yang menjaga di sisi kiri dan kanan. (tribunnews/gle/kps)