Kisah Hartawan Aluwi Delapan Tahun Hidup Mewah dalam Pelarian
Selama delapan tahun jadi buron, Komisaris PT Antaboga Delta Sekuritas itu hidup mewah di Singapura.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang buronan kasus penggelapan uang di Bank Century, Hartawan Aluwi, dapat dipulangkan ke Indonesia dari Singapura.
Selama delapan tahun jadi buron, Komisaris PT Antaboga Delta Sekuritas itu hidup mewah di Singapura.
Setelah kabur dari Indonesia pada 2008 lalu, Hartawan divonis 14 tahun penjara dalam persidangan in absentia (tanpa kehadiran terdakwa).
Ia dinyatakan terbukti terlibat kasus penggelapan dana nasabag Bank Century.
Pemilik Bank Century, Robert Tantular, mengalirkan dana nasabah Bank Century ke rekening PT Antaboga Delta Sekuritas.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Kombes Agung Setya mengatakan selama di Singapura, Hartawan Aluwi, tinggal di sebuah apartemen.
Bareskrim mencatat tiga alamat Hartawan di Negeri Singa itu.
"Di Singapura alamat dia (Hartawan) ada tiga. Pertama, di Ringroad. Kemudian Pekhai Road dan ada lagi di PO BOX 052 Central Office Singapura. Yang terakhir itu untuk alamat kiriman dokumen," kata Agung, di Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Seorang anggota Bareskrim yang ikut mengamankan Hartawan dalam perjalanan dari Singapura ke Indonesia, mengatakan selama berada di Singapura terpidana hidup mewah bersama keluarganya.
"Pastilah hidup mewah, kan uangnya banyak," ujarnya.
Sebelum proses deportasi dari Singapura ke Indonesia, Hartawan mengaku sempat bertemu anak dan istrinya.
"Dia ngaku sebelum dideportasi sempat bertemu anak dan istrinya. Dalam pesawat tidak ada keluarganya yang ikut. Selama sehari berada dalam Rutan Bareskrim juga tidak ada yang jenguk. Istri dan anaknya masih di Singapura," tambah anggota Bareskrim itu.
Selama berada di Singapura, Hartawan berstatus pemegang permanent residence (izin tinggal permanen).
Paspor atas namanya telah habis masa berlakunya pada 2012. Pada 2014, penyidik Bareskrim yang mengetahui keberadaan Hartawan di Singapura langsung berkoordinasi dengan otoritas Singapura untuk mencabut izin tinggal sang buron.
Akhirnya, status permanent residence Hartawan dicabut, sehingga keberadaannya di Singapura menjadi ilegal.
Hartawan dipulangkan ke Indonesia melalui proses deportasi. Dua penyidik Bareskrim menjemput terpidana di imigrasi Singapura.
Lobi Tingkat Tinggi
Pemulangan Hartawan Aluwi membutuhkan proses lobi tingkat tinggi. Kombes Agung Setya mengungkapkan lobi dilakukan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti dengan otoritas Singapura.
"Pada 2014 ada pertemuan pimpinan Polri dengan otoritas di sana. Pak Kapolri ikut pertemuan, termasuk menyuarakan berbagai isu kerja sama dengan Indonesia," ungkap Agung.
Komunikasi antara Bareskrim dengan otoritas Singapura kian gencar sejak dua bulan terakhir.
"Jadi sudah ada awalan kerja sama tingkat tinggi. Kementerian Luar Negeri yang memfasilitasi pertemuan itu, termasuk pemulangan para buron yang ada di Singapura. Ini semua perlu lobi tingkat tinggi dan makan waktu," tambah Agung.
Bareskrim Polri hanya mengutus empat personel tanpa seragam untuk mengawal pemulangan Hartawan menggunakan pesawat komersiil.
Hartawan tidak mengetahui dalam pesawat sudah dikepung anggota Polri.
"Di pesawat dia pesan makan dan baca koran. Dia tidak tahu di dalam pesawat sudah kami blocking. Yang dia tahu hanya dideportasi ke Indonesia," ujar seorang anggota yang melakukan pengamanan.
Barulah saat hendak keluar dari pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Hartawan langsung dipegang dan diborgol.
"Saat mau keluar dari pesawat baru kami beritahu kami dari Bareskrim. Ia langsung kaget. Ya saat turun dari pesawat itu diborgol. Selama perjalanan dari bandara ke kantor Bareskrim, dia kooperatif," tambahnya. (tribunnews/ter)