FITRA Sayangkan Presiden yang Pro Tax Amnesty
Dalam beberapa kali pertemuan, DPR dan Pemerintah Nadanya sama dengan hasil rapat terbatas tersebut
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pada senin (25/4/2016) Rapat Kabinet Terbatas di Istana Kepresidenan yang membahas Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (RUU tax amnesty) menghasilkan satu keputusan mengejutkan berupa diperbolehkannya pelaku korupsi memanfaatkan fasilitas tersebut oleh pemerintah.
Dalam beberapa kali pertemuan, DPR dan Pemerintah Nadanya sama dengan hasil rapat terbatas tersebut.
Menanggapi Hal tersebut maka FITRA dengan Tegas menyayangkan hal itu.
Melalui rilisnya yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Selasa (26/4/2016), FITRA melalui Sekjen Yenny Sucipto dan manajer advokasi Apung Widadi menyatakan:
1. Menyayangkan sikap Presiden yang cenderung pro terhadap RUU Tax Amnesty dengan tidak mempertimbangkan unsur dana hasil korupsi dalam negeri yang ditimbun di luar negeri.
2. Hasil Rapat terbatas diatas semakin menegaskan bahwa RUU Tax Amnesty sangat dekat dengan 'pengampunan' terhadap dana hasil kejahatan ekonomi dan korupsi yang telah beranak pinak dan berkembang di liar negeri seperti hasil mega skandal BLBI.
3. Dengan sikap demikian, maka ini adalah karet merah untuk konglomerasi hitam, koruptor dan pelaku kejahatan ekonomi.
4. Nilai argumen bahwa RUU Tax Amnesty untuk menyelamatkan defisit APBN sangat tidak benar, tetapi cenderung negara tunduk pada konglomerat, pengusaha dan koruptor. Buktinya, dengan asumsi upeti di RUU yang hanya 2,3 dan 6 persen maka perkiraan hanya Rp.50 T dari ribuan triliun yang akan masuk ke APBN. Negara tidak untung, yang untung konglomerasi, pengusaha dan koruptor.
5. Dengan niatan RUU Tax Amnesty yang cenderung tidak pro rakyat ini maka FITRA mendesak agar Presiden dan DPR membatalkan RUU Tax Amnesty, penolakan ini adalah suara rakyat yang harus di dengar seperti dalam petisi di change.org