Saran untuk Setya Novanto: Kurangi Persepsi Negatif Publik
Banyak pihak menilai citra Golkar di bawah mantan Ketua DPR itu akan anjlok karena lilitan kasus Papa Minta Saham.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di Bali.
Banyak pihak menilai citra Golkar di bawah mantan Ketua DPR itu akan anjlok karena lilitan kasus Papa Minta Saham.
Namun itu tidak akan terjadi menurut Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, jika dalam kepemimpinannya Setya Novanto menerapkan strategi leadership yang kolegial.
"Kalau Setya Novanto pandai, dia akan memilih menggunakan strategi leadership yang kolegial, sehingga para tokoh yang banyak di Golkar dapat bersama sama menjadi simbol Golkar," saran Djayadi kepada Tribun, Rabu (18/5/2016).
Dengan demikian katanya, yang dilihat publik bukan hanya Setya Novanto di Partai Golkar.
"Dengan demikian persepsi negatif yang selama ini lekat dengan Setya Novanto dapat dikurangi," jelasnya.
Lebih lanjut Djayadi melihat Golkar ke depan akan lebih banyak dukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Memang bisa juga tergantung dengan apakah internal Golkar merasa ada manfaat dengan gabung ke pemerintah.
Sedangkan untuk Pemilu 2019 mendatang, dia memprediksi Golkar akan lebih membidik posisi Wakil Presiden (Wapres).
"Mungkin bisa tingkatkan suara partai kalau berhasil melakukan konsolidasi dan desentralisasi organisasi di daerah," jelasnya.
Sementara itu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan, status baru Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar tidak akan menghambat pengusutan perkara dugaan permufakatan jahat.
"Kenapa (menghambat)? Kan semua orang harus sama di muka hukum," ujar Arminsyah di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Meski begitu, untuk sementara waktu kasus ini diendapkan oleh Kejagung.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sebelumnya menegaskan bahwa kasus dugaan permufakatan jahat kini diendapkan lantaran kekurangan bukti.
Kejaksaan Agung masih membutuhkan keterangan pengusaha Muhammad Riza Chalid yang tak kunjung memenuhi panggilan.
Penyelidik sudah tiga kali memanggil Riza untuk dimintai keterangan. Namun, Riza selalu mangkir dan tidak diketahui keberadaannya.
Arminsyah kemudian mengatakan, perkara bisa saja dilanjutkan jika Riza bersedia dimintai keterangannya oleh penyelidik.
"Nanti saja dulu, karena satu belum dimintai keterangan. Itu kesulitan salah satunya," kata Arminsyah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.