Kelalaian Maskapai Menurunkan Penumpang Dianggap Sangat Fatal
Dia mengkhawatirkan adanya dua kesalahan dari Maskapai Air Asia dan Maskapai Lion Air
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi V, Syarif Abdullah Alkadrie mengatakan bahwa kelalaian maskapai penerbangan dalam menurunkan penumpang di jalur yang tidak seharusnya, menjadi sangat fatal dan tidak boleh lagi terjadi.
"Ini gawat. Kalau ada motif-motif jahat datang kesini, artinya negara kebobolan. Jangan dianggap enteng," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/5/2016).
Dia mengkhawatirkan adanya dua kesalahan dari Maskapai Air Asia dan Maskapai Lion Air, telah menyelundupkan narkotika atau penyelundupan benda-benda yang membahayakan keamanan negara.
Banyak hal yang menurutnya harus diperiksa, termasuk pilot, supir bus, dan petugas yang berada di menara pengawas.
Kesalahan seperti itu, kata Syafrie perlu dipertanyakan kepada perusahaan maskapai dan kementerian perhubungan.
"Perusahaan harus terus terang ini, di RDP akan kami pertanyakan sama Kemenhub juga. Apalagi maskapai ini kan juga sering delay, harus dikenakan sanksi tegas," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membekukan selama 5 hari layanan penumpang dan bagasi (disebut ground handling) maskapai penerbangan Lion Air dan AirAsia.
Pembekuan tersebut sebagai tindak lanjut kasus salah antar penumpang yang dilakukan Lion Air dan AirAsia, Rabu (18/5/2016) kemarin.
Untuk Lion Air, pembekuan layanan ground handling berlaku di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, mulai 17 Mei hingga 21 Mei 2016.
Sedangkan untuk AirAsia, pembekuan layanan ground handling mulai 18 mei hingga 22 Mei 2016 dan berlaku hanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo mengatakan, pembekuan berlaku 5 hari sejak diterbitkannya surat pembekuan.
Selama 5 hari masa pembekuan sementara, kedua maskapai tersebut harus mencari perusahaan jasa ground handling lain untuk menggantikan perusahaan ground handling yang izinnya telah dibekukan.