Menteri Yasonna Ngotot Suntik Kebiri Kimia
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan suntik kebiri dengan zat kimiawi tidak melanggar kode etik dokter.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan suntik kebiri dengan zat kimiawi tidak melanggar kode etik dokter. Sebab, suntik kebiri dilakukan atas putusan hukum.
Dengan demikian, dokter yang bertugas melakukan kebiri kimiawi itu berdasarkan aturan hukum.
"Jadi saya kira kalau perintah hukum, ya mereka kan pasti tidak bisa mengelak untuk itu. Itu kan perintah hukum. Semua kita patuh hukum," kata Yasonna usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian di Jakarta Selatan, Kamis (26/5/2016).
Yasonna memahami adanya kode etik dokter yang mengatur etika dokter terhadap pasien. Di antaranya tertuang dalam pasal 7a Kode Etik Ikatan Dokter Indonesia, disebutkan dalam pasal tersebut seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Menurut Yasonna, di beberapa negara, hukuman mati juga menggunakan alat suntik dan dianggap tidak melanggar kode etik dokter. Walau demikian, ia mengakui masih ada perdebatan teknis pelaksanaan suntik kebiri.
"Nanti kan kalau sudah keputusan pengadilan, pengadilan yang menentukan. Soal teknisnya memang terjadi perdebatan," ucap Yasonna.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara. Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Hukuman kebiri dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Muncul tudingan dari masyarakat bahwa Pemerintah telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) dengan menerapkan hukuman kebiri.
Deputi bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Sujatmiko, memberikan penjelasan terkait polemik yang timbul di masyarakat.
Ia mengatakan, ada beberapa hal yang harus diketahui oleh masyarakat mengenai hukuman kebiri.
"Perppu ini akan diterapkan dengan tetap memperhatikan koridor hukum termasuk penghormatan terhadap HAM baik pelaku maupun korban. Perppu ini sangat diperlukan untuk melindungi para korban yang merupakan kelompok rentan, perempuan dan anak," ujar Sujatmiko.
Sujatmiko menegaskan hukuman kebiri tidak akan diterapkan kepada pelaku yang masih anak-anak. Hukuman akan diberikan kepada pelaku yang sudah dewasa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.