Polri Ajak Perlindungan Anak Lebih Diperhatikan
Dalam perppu itu diatur hukuman pokok dan hukuman tambahan seperti kebiri kimia
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar menyebutkan, pihaknya tak bisa sendirian untuk mengatasi kekerasan terhadap anak dan perempuan yang belakangan marak.
"Kami tidak bisa menggantungkan penegakan hukum saja, tapi harus bisa memberikan perlindungan yang lebih baik kepada anak," kata Boy saat menjadi narasumber dalam forum group discussion dengan tema fenomena kejahatan seksual terhadap anak atau perempuan serta solusinya di Jakarta Selatan, Jumat (27/5/2016).
Dirinya ingin, seluruh elemen bangsa ikut menerapkan prinsip gotong-royong dalam menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Terlebih setelah disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Dalam perppu itu diatur hukuman pokok dan hukuman tambahan seperti kebiri kimia sehingga memberikan efek jera kepada pelaku. Namun ada hal lain yang mengusik kita semua dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemangku kepentingan. Jadi kita tidak bisa fokus kepada law enforcement saja. Akan tetapi bagaimana memberikan perlindungan lebih kepada anak," kata Boy.
Dirinya juga menyayangkan belakangan ini anak-anak usia di bawah 18 tahun sudah mulai melakukan tindakan pelecehan seksual.
"Ini bahan koreksi bagi kita semua. Kenapa anak-anak kita bisa tumbuh seperti itu. Padahal dia punya keluarga dan lingkungan. Ini harus menjadi perhatian bersama di seluruh lini. Bagaimana dari sektor pendidikan bisa mendidik akhlak secara masif," kata Boy.
Untuk itu katanya, diperlukan sebuah sinergisitas dalam bentuk komunikasi dan kolaborasi di seluruh lini hingga kepada pemangku kepentingan.
"Harus dipahami perlindungan anak itu ada kepada seluruh individu," katanya.
Tak hanya itu, yang harus diwaspadai adalah perkembangan informasi cukup mempengaruhi efek negatif utamanya yang berkaitan dengan konten pornografi.
"Kita perlu ketegasan dalam membatasi hal ini. Yang membahayakan harus bisa dilakukan filter," katanya.