Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Napi dan Kader Bermasalah Pengurus Golkar Berlindung di Balik Putusan MA

Beberapa mantan narapidana dan orang 'bermasalah' menjadi Pengurus Partai Golkar periode 2016-2019.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mantan Napi dan Kader Bermasalah Pengurus Golkar Berlindung di Balik Putusan MA
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (keempat kanan) bersama Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid (keempat kiri), dan Sekjen Idrus Marham (ketiga kanan) beserta jajaran partai lainnya saat pengumuman susunan kepengurusan Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (30/5/2016). Kepengurusan baru Partai Golkar disusun oleh tim formatur bersama Setya Novanto, yang terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar Periode 2016-2019 pada Musyawarah Nasional Luar Biasa pada 15-17 Mei lalu. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa mantan narapidana dan orang 'bermasalah' menjadi Pengurus Partai Golkar periode 2016-2019.

"Semua keputusan itu pasti berdasarkan aturan negara dan aturan Partai Golkar," kata Setya Novanto seusai pengumuman susunan pengurus DPP Partai Golkar, di Slipi, Jakarta, Senin (30/5/2016).

Ia beralasan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2009 membolehkan seseorang yang telah menjalani hukuman atau mantan napi terlibat dalam kegiatan politik, termasuk menjadi calon kepala daerah, calon anggota DPRD/DPR/DPD, hingga menjadi calon presiden/wakil presiden.

"Maka tidak menjadi masalah," ujarnya.

Begitu pula dikatakan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.

"Kalau ada yang terkait dengan masalah hukum, itu kami sudah berdasarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015," katanya.

Menurut Idrus Marham, sebelum ada putusan MK tersebut, seorang mantan narapidana baru bisa terjun kembali ke dunia politik setelah lima tahun sejak menyelesaikan hukuman.

Berita Rekomendasi

Beberapa nama mantan napi yang masuk dalam susunan pengurus Partai Golkar, yakni Nurdin Halid (Ketua Harian), Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq (Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga), dan Sigit Haryo Wibisono (Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa Timur).

Nurdin Halid yang juga mantan mantan Ketua Umum PSSI, tercatat pernah tersandung kasus korupsi pengadaan impor beras, impor gula ilegal dan terakhir distribusi minyak goreng.

Pada kasus terakhirnya, Nurdin mendapat vonis pidana penjara selama dua tahun dari Mahkamah Agung (MA).

Fahd A Rafiq merupakan mantan narapidana kasus korupsi dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) tahun 2011 yang juga menyeret politikus PAN, Waode Nurhayati.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara.

Adapun Sigit Haryo Wibisono pernah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Direktur Utama PT Putra Rajawali, Nasrudin Zulkarnain.

Kasus itu juga menyeret Ketua KPK Antasari Azhar.

Selain tiga nama itu, Ahmad Hidayat Mus dipilih menjadi Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar.

Padahal, mantan Bupati Kepulauan Sula itu telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sanana, Sula. Kini, kasusnya masih ditangani Bareskrim Polri.

Ada juga nama putra dari Setya Novanto, Reza Herwindo yang diangkat menjadi Wakil Bendahara Umum Partai Golkar.

Diketahui, Reza Herwindo pernah tersangkut kasus penganiayaan terhadap pengunjung di klub malam Blowfish pada 2010. Namun, kasusnya tidak tuntas hingga saat ini.

Adapun Setya Novanto sendiri selaku Ketua Umum Partai Golkar masih tersangkut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi terkait saham dan proyek PT Freeport Indonesia atau dikenal kasus 'Papa Minta Saham'.

Kini, kasus tersebut masih 'diendapkan' oleh Kejaksaan Agung.

Sedang Yahya Zaini yang sebelumnya sempat dikabarkan menjadi Ketua Hubungan Legislasi dan Lembaga Politik Partai Golkar sebagaimana selebaran yang beredar di publik, justru tak masuk dalam daftar pengurus.

Anggota DPR periode 2004-2009 ini pernah tersangkut kasus video mesum dengan pedangdut Maria Eva pada November 2006 dan divonis oleh Badan Kehormatan DPR dengan pelanggaran etika berat. (coz)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas