Bertemu Lembaga Keagamaan, Pansus Sepakat Aksi Terorisme Tak Terkait Ajaran Agama
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii sepakat memberikan penegasan dalam pasal-pasal bahwa aksi terorisme tidak terkait dengan ajaran agama.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
![Bertemu Lembaga Keagamaan, Pansus Sepakat Aksi Terorisme Tak Terkait Ajaran Agama](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/simulasi-penanganan-terorisme_20160531_033446.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii sepakat memberikan penegasan dalam pasal-pasal bahwa aksi terorisme tidak terkait dengan ajaran agama.
Hal itu dikatakannya usai Pansus RUU Terorisme melakukan pertemuan dengan ormas dan lembaga agama di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Syafi'i mengakui diperlukan pendekatan agama untuk mencegah terorisme.
Menurutnya penindakan dan pencegahan penting agar tidak meluas pada koorporasi yang ada.
Politikus Gerindra itu juga mendukung perlindungan objek vital seperti rumah ibadah masuk dalam revisi UU tersebut.
"Banyak poin yang masing-masing disampaikan. Harus ada pendekatan-pendekatan yang lebih smooth dari agama, budaya, pendidikan," kata Syafi'i.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan menilai munculnya terorisme disebabkan banyak faktor tidak hanya amalan agama.
Ia menegaskan Islam dan agama manapun tidak mengajarkan pembunuhan dengan dasar apapun.
MUI, katanya, telah menerbitkan fatwa nomor 3 tahun 2014 mengenai terorisme.
Dimana terdapat perbedaan antara terorisme dengan jihad, sebab teroris kerap kali melakukan aksi teror dengan dasar jihad.
Dia menjelaskan dalam Islam, melakukan aksi teror untuk berjihad sungguh diharamkan.
Begitu pula dengan aksi bom bunuh diri yang kebanyakan dilakukan para pelaku teroris.
"Pandangan ideologi yang dijadikan teroris tidak bisa dihubungkan dengan Islam," katanya.
Untuk itu, MUI memandang perlunya sikap kehati-hatian dalam menyikapi perubahan UU tersebut.
MUI berharap agar Revisi UU pemberantasan tindak terorisme ini tidak menyudutkan suatu agama tertentu.
"UU tidak boleh menimbulkan efek baru seperti stigmatisasi terhadap kelompok tertentu. UU juga harus bebas dari agenda dan kepentingan negara lain," kata Amirsyah.
Sedangkan Ketua Umum Majelis Tinggi Konghucu Indonesia (MATAKIN) Uung Sendana Linggaraja meminya revisi UU melindungi HAM.
Selain itu, perlu diperhatikannya hak asasi untuk beribadah.
Karenanya Uung meminta rumah ibadah juga harus dijaga mengingat perlunya perhatian dari sudut spriritual.
"Jadi perlu ditambahkan dalam pasal 1 ayat 12 tentang perlindungan rumah ibadah," ujarnya.
Sementara, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak sependapat mengenai hukuman mati yang masuk dalam revisi UU tersebut.
KWI melihat bahwa yang berhak mencabut nyawa seseorang hanya lah Tuhan Yang Maha Esa.
"Kami tidak menyetujui pidana hukuman mati, karena hanya Allah yang berhak mencabut nyawa seseorang," kata Sekretaris Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan KWI Agustinus Ulahyanan.
Pihak Perwakilan Umat Buddha Se-Indonesia (WALUBI) juga menilai aksi terorisme tidak terkait ajaran agama.
Ia pun menyarankan perlunya pencegahan dari sisi agama.
"Karena sering teroris dikaitkan dengan agama. Bisa dikaitkan agama apa saja. Saya percaya hakekatnya agama ga pernah ajarkan itu," tukas Ketua Umum WALIBI, Arie Harsono.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) sendiri mengapresiasi revisi UU Terorisme yabg digagas DPR dan Pemerintah.
Ia menilai diperlukannya pengertian ideologi untuk mencari akar permasalahan.
"Kekerasan apapun tidak diperbolehkan di negeri ini," kata Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Hendri Lokra