Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPR Didorong Coret Bagian Kebiri dalam Perubahan UU Perlindungan Anak

Ikatan Dokter Indonesia (IDI ) telah menolak sebagai eksekutor hukuman kebiri.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in DPR Didorong Coret Bagian Kebiri dalam Perubahan UU Perlindungan Anak
Tribunnews.com/Eri Komar Sinaga
Lelyana Santosa. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mesti mencoret atau menghapus ayat hukuman kebiri dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang tengah menjadi Undang-undang (UU).

Apalagi menurut praktisi hukum Lelyana Santosa, Ikatan Dokter Indonesia (IDI ) telah menolak sebagai eksekutor hukuman kebiri.

IDI telah mengeluarkan surat tertanggal 9 Juni 2016 yang meminta agar dokter tidak menjadi eksekutor dari Perppu 1 Tahun 2016 yang memuat tindakan kebiri.

Penolakan tersebut didasarkan atas fatwa Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kebiri Kimia dan juga didasarkan pada Sumpah Dokter serta Kode Etik Kodokteran Indonesia (Kodeki).

IDI juga menyatakan bahwa atas dasar keilmuan dan bukti-bukti ilmiah, kebiri kimia tidak menjamin hilang atau berkurangnya hasrat serta potensi perilaku kekerasan seksual pelaku.

IDI juga meminta supaya pemerintah mencari solusi lain selain penggunaan kebiri kimia yang sekali lagi dianggap tidak efektif dalam kasus kekerasan seksual.

"Setiap profesi memiliki etika yaitu aturan yang tidak boleh dilanggar dan kedudukannya diatas aturan apapun," tegas Lely kepada Tribun, Senin (13/6/2016).

BERITA TERKAIT

Karena itu kembali dia tegaskan, jika ada aturan yang pelaksanaannya melanggar etika tentu saja tidak memenuhi syarat yakni sosiologis, philofis dan legal sehingga tidak perlu diteruskan.

Begitu dengan hukuman kebiri dalam Perppu perlindungan anak tidak bisa dipaksakan untuk tetap ada dalam UU Perlindungan anak.

"Jika ada aturan yg pelaksanaannya melanggar etika tentu saja tidak memenuhi syarat yaitu sosiologis, philofis dan legal sehingga tidak perlu diteruskan. Ingat setiap dokter tidak terkecuali penegak hukum harus mematuhi etika," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas