Kejaksaan Agung Koordinasi dengan KPK Agar Surat Penyitaan Aset La Nyalla Disetujui Pengadilan
Arminsyah mengatakan pihaknya terkendala menyita aset La Nyalla karena surat persetujuan dari pengadilan belum turun.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung meminta bantuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyitaan aset terhadap tersangka tindak pidana pencucian uang La Nyalla Mattalitti.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, mengatakan pihaknya terkendala menyita aset La Nyalla karena surat persetujuan dari pengadilan belum turun.
"Persetujuan sita belum turun, sudah disurati dua kali. Nah kita kordinasi dengan KPK. Mungkin KPK akan memberi bantuan untuk menjelaskan pada pihak-pihak terkait," kata Arminsyah di KPK, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Terkait surat persetujuan tersebut, Arminsyah mengatakan sebenarnya bukan ditolak.
Hanya saja, kata dia, pengadilan tak kunjung memberikan jawaban padahal perkaranya sudah hampir selesai.
"Bukan nggak disetujui, belum dikeluarkan surat persetujuannya. Kalau nggak disetujui itu kan dijawab ditolak, nah ini belum (dijawab). Padahal perkara ini sudah hampir selesai, salah satunya menunggu itu," beber Arminsyah.
Selain itu, dalam koordinasi supervisi yang dihasilkan dengan pimpinan KPK hari ini adalah terkait bantuan audit konstruksi. Kata Arminsyah, pihaknya memerlukan KPK sebagai ahli.
"Koordinasi secara umum. Ada audit mengenai konstruksi ya, kan biaya nya besar, kita kan biaya sedikit, perkara cuma satu, satu Kejari, kita minta dukungan KPK untuk ahli, nanti hasilnya buat kita," kata dia.
Ada koordinasi tersebut juga dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung, jaksa penyidik Kejati Jawa Timur Halila Rama.
Kasus ini bermula setelah ada temuan penyelewengan dana hibah dan bantuan sosial untuk membeli saham Bank Jatim.
Dalam kasus dugaan korupsi itu, telah ada dua anggota Kadin Jawa Timur yang diputus bersalah melalui putusan berkekuatan tetap oleh pengadilan. Mereka adalah Diar Nasution dan Nelson Sembiring.